Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Ditjen Perhubungan Darat menyelenggarakan Uji Publik Revisi Peraturan Menteri (PM) 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Ini juga menjadi dasar aturan bagi taksi online yang sebelumnya dinyatakan gugur oleh Mahkamah Agung.
Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Darat Hindro Surahmat menegaskan, dalam pelaksanaan revisi ini, harus disikapi dengan bijak.
"Kita harus menyikapi revisi dengan bijak karena kalau sempurna itu pasti tidak mungkin," jelas Hindro di Jakarta, Senin (9/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Hindro menuturkan, migrasi angkutan dalam trayek dan angkutan nontrayek harus dilakukan dengan aman dan harus diselamatkan semuanya. Ini karena PM memang disiapkan untuk mengakomodasi kepentingan bersama.
"Perangkat (hukum) telah disiapkan dan telah dikonsulkan juga, berdasarkan aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis," kata Hindro.
Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Hukum dan Reformasi Birokrasi Umar Haris menegaskan uji publik ini dilaksanakan bukan untuk memperoleh persetujuan berbagai pihak.
"Uji publik ini digelar untuk persamaan pemahaman, jadi tidak ada yang merasa senang dan yang lainnya merasa dirugikan, karena kami membuat peraturan sudah dilakukan revisi dan perbaikan-perbaikan," ujar Umar.
Selain itu hakekat uji publik adalah menyamakan persepsi, menampung masukan berbagai pihak, untuk pengaturan, pengendalian, dan pengawasan, yang terpenting adalah tetap mengutamakan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dan keberlangsungan usaha.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Direktur Angkutan dan Multimoda Cucu Mulyana mengungkapkan, revisi peraturan ini ditekankan pada sembilan substansi.
Kesembilan substansi tersebut antara lain: argometer, wilayah operasi, pengaturan tarif, STNK, kuota, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB), persyaratan izin, Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), dan pengaturan peran aplikator.
Pertama, argometer, besaran biaya angkutan sesuai yang tercantum pada argometer yang ditera ulang atau pada aplikasi berbasis teknologi informasi. Kedua,Wilayah Operasi, beroperasi pada wilayah operasi yang ditetapkan.
Ketiga, pengaturan tarif penetapannya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa transportasi melalui aplikasi teknologi informasi dengan berpedoman pada tarif batas atas dan batas bawah yang ditetapkan oleh Dirjen, Kepala badan/Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
Keempat, STNK, atas nama Badan Hukum atau dapat atas nama perorangan untuk Badan Hukum berbentuk Koperasi. Kelima yaitu kuota, penetapan kuota oleh Dirjen/Kepala BPTJ/Gubernur sesuai kewenangannya.
Keenam, domisili TNKB, menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor sesuai dengan wilayah operasi. Ketujuh Persyaratan Izin, memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan STNK atas nama Badan Hukum atau dapat atas nama perorangan untuk Badan Hukum berbentuk Koperasi.
Kedelapan yaitu SRUT, salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor atau salinan bukti lulus uji berupa buku uji/kartu lulus uji yang masih berlaku. Kesembilan Pengaturan Peran Aplikator, perusahaan aplikasi dilarang bertindak sebagai Perusahaan Angkutan Umum.
"Intinya PM mengatur untuk kepentingan bersama dan kami juga telah berbagai kegiatan melalui berkonsultasi dan melakukan kolaborasi antara angkutan online dan konvensional dengan telah melaksanakan roadshow di antaranya Balikpapan, Semarang, dan Makassar," urai Cucu. (Yas)
Advertisement