Liputan6.com, Jakarta - Kasus transfer dana oleh 81 warga negara Indonesia (WNI) sebesar US$ 1,4 miliar atau sekitar Rp 18,9 triliun dari Guernsey ke Singapura melalui Standard Chartered mengundang reaksi dari DPR. Parlemen meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengusut tuntas mengenai transfer dana yang diduga untuk mengelak pajak (tax evasion) tersebut.
Ketua Komisi XI DPR, Melchias Markus Mekeng, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ditjen Pajak bekerja sama sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing untuk mencari informasi tentang asal-muasal uang tersebut.
"Setelah mencari riwayat uang tersebut, PPATK, OJK, dan Ditjen Pajak melakukan aksi terhadap kondisi uang itu," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (11/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Mekeng menambahkan, apabila harta atau uang tersebut sudah dilaporkan dalam program pengampunan pajak (tax amnesty) dan dibayarkan pajaknya, maka itu bukan menjadi masalah lagi. Persoalannya ketika dana Rp 18,9 triliun itu belum masuk dalam tax amnesty dan tidak memenuhi kewajiban pajak.
"Kalau sudah masuk tax amnesty, tidak masalah. Tapi kalau belum masuk tax amnesty, maka Dirjen Pajak harus menjatuhkan sanksi sesuai Undang-Undang (UU) Tax Amnesty dan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP)," ujarnya.
Saat ini, diakui Mekeng, Komisi XI masih akan memantau investigasi dari instansi tersebut sebelum memanggil pimpinan PPATK, OJK, dan Ditjen Pajak. "Sekarang kita pantau dulu sebelum Komisi XI memanggil ketiga instansi itu," ucap politikus dari Fraksi Golkar itu.
Terpisah, Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menilai transfer uang Rp 18,9 triliun merupakan jumlah yang fantastis. Kasus ini harus betul-betul dicermati oleh Ditjen Pajak.
"Jumlah transfer dana yang dahsyat. Harus diklarifikasi dan dicermati Ditjen Pajak. Apa konsekuensi pajaknya, mereka yang lebih tahu. Bukan tidak mungkin, modus yang sama juga lazim dilakukan pemilik dana besar di Indonesia," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Capai Rp 11 ribu triliun
Sementara itu, Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Johnny G Plate, berharap Ditjen Pajak dapat menuntaskan penelusuran mengenai kewajiban perpajakan dari 81 WNI atau nasabah yang melakukan transfer Rp 18,9 triliun.
"Uang-uang ini sudah diikutkan program tax amnesty belum, sudah dilaporkan secara penuh atau baru sebagian. Kalau sudah semua, ya selesai. Tapi kalau belum, usut dan gali potensi pajak dari sana," jelasnya.
Menurutnya, dana sebesar Rp 18,9 triliun tersebut merupakan bagian dari aset WNI yang selama ini diparkir di luar negeri dengan perkiraan mencapai lebih dari Rp 11 ribu triliun.
"Sebenarnya tidak apa di luar negeri, kan kita mengadopsi lalu lintas devisa bebas. Asal tercatat di dalam basis pajak Indonesia, dan membayar kewajiban pajak, tidak masalah. Inilah gunanya pertukaran informasi pajak secara otomatis (AEoI), sehingga semua jadi tidak bisa disembunyikan," tutur Johnny.
Untuk saat ini, ia mengakui, Komisi XI belum berencana meminta klarifikasi dari Ditjen Pajak terkait transfer dana Rp 18,9 triliun dari Standard Chartered. Pasalnya, DPR sedang disibukkan dengan pembahasan Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2018.
"Komisi XI masih fokus pada pembahasan RUU APBN 2018 yang harus selesai pada masa sidang ini, termasuk revisi UU Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), serta revisi UU KUP yang pembahasannya butuh waktu 4-6 bulan," ujarnya.
Advertisement