Sukses

Mendag Minta Pajak E-Commerce Tak Berlebihan

Mendag Enggartiasto menuturkan, pemerintah melibatkan pelaku usaha untuk membuat aturan pajak e-commerce.

Liputan6.com, Banten - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berharap agar pajak yang dikenakan untuk bisnis jual beli online (e-commerce) tidak terlalu besar. Dengan demikian bisnis ini bisa tetap berkembang dan investasi di sektor tertarik untuk masuk.

Enggartiasto mengatakan, selama ini memang banyak anggapan yang menyebut terjadi persaingan yang tidak sehat antara bisnis online dan offline. Salah satunya karena transaksi melalui e-commerce tidak dikenakan pajak.

‎"Memang tidak bisa dipungkiri bahwa peningkatan online itu meningkat dan disebut terjadi persaingan tidak sehat antara online dan offline, karena mereka tidak terjangkau pajak, dan tidak sewa space," ujar dia di ICE BSD City, Banten, Rabu (11/10/2017).

Namun demikian, pengenaan pajak yang akan segera terapkan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kepada bisnis jual beli online diharapkan tidak berlebihan.‎

"Pemerintah sedang menggodok, tapi tentu tidak bisa kenakan pajak berlebihan sehingga menghambat investasi. Keseimbangan ini yang sedang dirumuskan," kata dia.

Selain itu, Enggartiasto menjamin aturan terkait pajak e-commerce yang akan dikeluarkan Kemenkeu sudah terlebih dulu dibahas dengan para pengusaha. Sehingga tidak ada lagi penolakan terhadap pengenaan pajak tersebut.‎

"Kita pasti akan libatkan dunia usaha, karena kita percaya dunia usaha lebih tahu apa yang dialaminya. Semuanya mereka tergabung dalam Kadin, dan mereka akan beri masukan untuk menyusun kebijakan itu," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Aturan Pajak Bisnis Online Tunggu Aba-Aba Sri Mulyani

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tengah merampungkan aturan mengenai pajak untuk bisis jual beli online (e-commerce). Aturan tersebut akan terbit dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan menunggu persetujuan dari Menkeu, Sri Mulyani Indrawati.

"Ini (aturan e-commerce) masih dalam pembahasan. Nanti dalam bentuk PMK, jadi harus dibicarakan dengan Bu Menteri," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi di Jakarta, Selasa 10 Oktober 2017.

Dia memastikan bahwa tidak ada subjek maupun objek pajak baru yang akan dikenakan para pelaku bisnis jual beli online. Beleid PMK ini akan mengatur tentang tata cara pemungutan atau pembayaran pajaknya.

"E-commerce tidak ada subjek dan objek pajak baru, tapi tata cara pemungutan pajaknya saja yang baru," dia menjelaskan.

Untuk diketahui, saat ini pelaku bisnis jual beli online dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas barang yang dijual. Tarif PPh yang dipungut bersifat progresif sesuai Undang-undang (UU) PPh, sedangkan tarif PPN sebesar 10 persen.

Ken mengungkapkan, dalam tata cara pungutan pajak e-commerce, Ditjen Pajak akan melibatkan pihak ketiga, seperti toko online itu sendiri, bahkan jasa kurir dari perusahaan logistik maupun perusahaan transportasi. Pihak ketiga ini yang akan memungut serta melaporkan pajak.

"Kita menciptakan pemungut saja. Misalnya jualan lewat platform A (Tokopedia, Lazada, dan lainnya), maka yang punya platform ini yang potong pajaknya. Nanti ditunjuk sebagai pemotong, simpel kan," jelas Ken.

"Kalau cash on delivery, yang nganterin (jasa kurir) yang motong pajak. Jasa kurir kan pake platform juga," dia menambahkan.

Rencana aturan pajak bisnis online ini, diakui Ken, telah melalui diskusi dengan para pelaku usaha. Permintaan pengusaha perdagangan online adalah tata cara pembayaran pajak yang sederhana.

"Kita sudah ketemu dengan pelaku e-commerce. Mereka minta sesederhana mungkin, tidak merepotkan. Saya sudah usul bukti, foto dan kirim saja dalam bentuk file," terangnya.