Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terus merampungkan pembentukan holding BUMN. Salah satu holding yang ditargetkan rampung pada akhir tahun ini, yaitu holding BUMN pertambangan yang dipimpin oleh PT Inalum.
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ada sejumlah alasan mengapa pemerintah sangat ingin holding ini segera terbentuk. Pertama, holding akan memperkuat peran dan kontribusi BUMN terhadap negara. Sebab, selama ini BUMN telah berkontribusi sekitar 20 persen terhadap GDP Indonesia.
"Konsep holding-nya BUMN, karena BUMN punya peran besar dalam ekonomi dan devisa. 20 persen GDP Indonesia itu sangat tergantung dari BUMN. Kalau BUMN-nya mati, ya enggak bisa," ujar dia di Kantor Inalum, Jakarta, Jumat (13/10/2017).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, pembentukan holding juga untuk menunjukkan jika Indonesia memiliki kekayaan yang luar bisa besar melalui BUMN. Namun, jika BUMN-BUMN ini masih jalan sendiri-sendiri, nilai kekayaan yang dimiliki Indonesia akan terlihat kecil.
"Kenapa holding itu penting? BUMN juga diminta menjadi sovereign wealth bank-nya bangsa. Kekayaan bangsa, hartanya bangsa. Contoh, di Singpaura ada Temasek, Malaysia ada Khazanah. Sovereign paling gede sebetulnya itu (BUMN) di Norwegia, mereka sebenarnya enggak terlalu gede US$ 150 billion-US$ 180 billion (Khazanah).‎ Market value-nya BUMN kalau semua di IPO itu sekitar US$ 330 billion, teoritical value kalau semua, 118 BUMN di IPO. Itu sudah lebih besar dari Temasek yang sekitar US$ 290 billion," jelas dia.
Terakhir, tujuan pemerintah membentuk holding BUMN, yaitu agar seluruh cadangan sumber daya alam, seperti mineral, minyak, gas dan lain-lain bisa dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat. Saat ini, sumber daya alam di Indonesia masih banyak dikuasai oleh pihak asing.
"Menguasai cadangan sumber daya alam di Indonesia. Kenapa musti BUMN? Kalau swasta yang paling banyak dapat manfaat, rakyat Indonesia tapi mungkin cuma 5-10 pemiliknya. Kalau BUMN itu kan milik rakyat, jadi lebih fair untuk BUMN memiliki," kata dia.
Sebagai contoh, lanjut Budi, jika dulu perusahaan BUMN seperti Bukit Asam dan Antam berjaya, namun dengan masuknya pihak swasta, BUMN ini seolah kalah saing dan hanya menguasai sedikit dari sumber daya alam di dalam negeri.
‎"Bukit Asam dulu paling besar, sekarang sudah kalah sama Adaro. Emas sama tembaga itu Antam jauh sama Newmont dan Freeport. ‎Indonesia itu sangat kaya sebenarnya, harusnya bisa dimanfaatkan oleh rakyat dan bisa turun-temurun ke anak cucu kita," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Menteri Rini Siapkan Holding Tambang untuk Beli Saham Freeport
Sebelumnya, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan mempersiapkan holding BUMN pertambangan untuk membeli saham milik PT Freeport Indonesia. Holding tersebut terdiri dari PT Aneka Tambang Tbk, PT Inalum, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.
Menteri BUMN Rini Soemarno menyatakan, jika BUMN diberikan tugas untuk membeli saham milik Freeport, kemungkinan besar pihaknya akan menyerahkan pembelian tersebut kepada empat perusahaan pelat merah tersebut sebagai sebuah holding.
"Kemungkinan besar iya (holding BUMN tambang), dengan beberapa (BUMN)," ujar dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 29 Agustus 2017.
Namun demikian, sebelum pembelian berlangsung, masih harus melalui tahap-tahap perhitungan nilai saham yang akan dilepas Freeport. Oleh sebab itu, BUMN masih akan menunggu valuasi sahamnya.
"Ya tinggal prosesnya. Semua prosesnya didetailkan, valuasinya jelas, harus pakai perusahaan independen yang melakukan valuasi, itu semua diproses," ujar dia.
Advertisement