Sukses

Neraca Dagang RI Diprediksi Surplus US$ 1,2 Miliar-US$ 1,4 Miliar

Perkiraan kinerja ekspor tumbuh 15,64 persen ditopang oleh kenaikan harga komoditas ekspor.

Liputan6.com, Jakarta Ekonom memperkirakan surplus neraca perdagangan Indonesia pada September 2017 berkisar US$ 1,2 miliar-US$ 1,4 miliar atau lebih rendah dibanding surplus US$ 1,7 miliar di bulan sebelumnya. Penyebabnya, pertumbuhan kinerja impor pada bulan kesembilan lebih cepat dibanding laju ekspor.

Ekonom dari PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memproyeksikan, kinerja ekspor akan bertumbuh sekitar 15,64 persen pada September ini. Sedangkan pertumbuhan impor lebih tinggi sekitar 17,62 persen (year on year/YoY).

"Neraca perdagangan September ini diperkirakan surplus sebesar US$ 1,25 miliar," kata Josua dalam pesan singkatnya yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Dia menjelaskan, perkiraan kinerja ekspor tumbuh 15,64 persen ditopang oleh kenaikan harga komoditas ekspor, seperti minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara selama September ini.

"Volume ekspor diperkirakan tumbuh karena pengaruh dari peningkatan aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia, seperti Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Jepang," ujarnya.

Sementara itu, Josua mengatakan, kinerja impor diperkirakan tumbuh lebih cepat dari ekspor. Pertumbuhan ini didorong kenaikan impor barang modal seiring peningkatan penjualan semen pada bulan kesembilan.

Ekonom PT Bank Mandiri Tbk, Andry Asmoro meramalkan neraca perdagangan September 2017 akan mengecap surplus sekitar US$ 1,4 miliar atau lebih rendah dari realisasi US$ 1,7 miliar pada Agustus ini.

"Ekspor diperkirakan tumbuh 17 persen (YoY) dan impor rumbuh 13,7 persen (YoY). Sehingga surplus neraca perdagangan September ini sekitar US$ 1,4 miliar," jelasnya.

Lebih jauh dia menuturkan, proyeksi pertumbuhan ekspor 17 persen ditopang kenaikan harga komoditas batu bara, dan karet. Volume ekspor pun menanjak seiring peningkatan permitaan dari mitra dagang utama Indonesia, seperti Jepang, AS, dan Eropa.

Sedangkan pertumbuhan impor diprediksi 13,7 persen (YoY) karena tingginya permintaan barang modal. "Salah satu indikatornya penjualan semen domestik yang tumbuh kuat 11,9 persen di September," pungkas Andry.

Tonton Video Pilihan Ini: