Sukses

Menko Darmin: Proyek 35 Ribu MW Tak Mungkin Selesai 2019

Pemerintah pesimistis proyek jumbo tersebut dapat selesai di 2019.

Liputan6.com, Jakarta Optimisme pemerintah membangun pembangkit listrik 35 ribu Megawatt (MW) kian pudar. Pemerintah pesimistis, proyek jumbo tersebut dapat selesai di  2019. Apalagi jika melihat nasib produksi listrik yang bakal dihasilkan justru miskin pembeli.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Naustion memperkirakan, proyek pembangkit listrik antara PLN dan IPP (Independent Power Producer) yang masih dalam tahap perundingan sekitar 20 persen-25 persen dari target 35 ribu MW.

Untuk diketahui, IPP merupakan perusahaan produsen listrik swasta yang dibentuk oleh konsorsium untuk melakukan perjanjian jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan PLN.

"Kalau sekarang saja yang masih perundingan sebanyak itu, tidak mungkin selesai di 2019. Hanya pembangkit menengah dengan gas yang bisa selesai 2 tahun, sementara yang besar pakai batu bara 3 tahun bisa tuntas sudah syukur," kata Darmin di kantornya, Jakarta, Senin (16/10/2017).

Lebih jauh lagi, Darmin mengaku, permintaan atau penjualan listrik tidak setinggi yang diperkirakan. Alasannya karena realisasi pertumbuhan ekonomi nyatanya tidak sesuai ekspektasi ketika merancang kebutuhan listrik.

"Kuartal yang lalu saja, permintaan listrik tumbuh negatif, padahal ekonomi positif. Artinya bukan cuma pertumbuhan ekonomi tidak setinggi saat memakai asumsi. Jadi tidak terhindarkan akan ada upaya adjustment (memangkas target 35 ribu MW)," terangnya.

Pemangkasan target 35 ribu MW, kata Darmin, perlu dilakukan agar PLN tidak memikul beban terlalu berat. Jika terus dipaksakan proyek ini, Darmin khawatir tidak ada yang membeli produksi listrik, mengingat permintaan listrik akhir-akhir ini mengalami penurunan.

"Kalau tidak (di-adjsutment), PLN akan memikul beban listrik. Dan nanti kalau diteruskan dengan rencana 35 ribu MW 1-2 tahun lagi, listrik yang dihasilkan tidak dipakai," ujarnya.

Sementara, PLN dengan IPP telah meneken perjanjian jual beli listrik. Artinya, mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) itu mengatakan PLN harus tetap membayar listrik yang sudah dihasilkan dari proyek pembangkit meskipun tidak dikonsumsi.

"IPP kan punya klausul pakai atau tidak, selesai ya dibayar. Bayarnya berdasarkan apa? Dia akan minta untuk melakukan audit hasilnya sudah keluar, tidak dipakai, harus dibayar. Itu porsinya 80 persen-85 persen dari kapasitas yang harus dibayar," tegasnya.

"Kontrak listrik ya begitu, apa boleh buat. Makanya jangan sampai lebih. Kelebihan atau surplus listrik, tidak dipakai, tetap bayar ke investor (IPP)," Darmin menerangkan.

Namun demikian, Darmin enggan menerka-nerka. Pemerintah melalui PLN, sambungnya, akan mengupayakan pembangunan pembangkit listrik di sisa waktu pemerintahan ini.

"Banyak hal yang bisa dilakukan, seperti mendorong penerimaan negara, sekuritisasi dari proyek brownfield sehingga BUMN punya pendanaan untuk menggarap proyek berikutnya," pungkasnya.