Sukses

Jokowi-JK Gencar Bangun Infrastruktur, Sudahkah Berdampak ke RI?

Dari sisi pemerataan ekonomi, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun, sudah cukup menyebar ke seluruh Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro, menilai, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) telah membangun infrastruktur secara masif dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Sayangnya, pembangunan infrastruktur ini belum cukup menyerap lebih banyak tenaga kerja karena lebih bersifat padat modal.

"Pencapaian dari segi infrastruktur sudah memenuhi target ya, apalagi jalan tol, pelabuhan, bandara, sudah okelah ya. Upaya-upaya pemerintah menarik wisatawan asing," kata Ari saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (18/10/2017).

Namun, Dekan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI itu masih menyoroti kurang gencarnya pembangunan jalur kereta api untuk pengangkutan barang. Pemerintah lebih mengutamakan transportasi berbasis rel untuk mengangkut orang atau penumpang.

"Yang masih kurang itu pembangunan jalan desa, kabupaten, dan perbatasan. Juga jalur kereta api, kan angkutan itu bukan cuma bisa ngangkut penumpang, tapi juga barang, sehingga multiplier effect-nya lebih besar. Beda sama LRT yang arahnya ke transportasi massal," Ari menerangkan.

Meskipun cukup agresif dalam pembangunan infrastruktur dalam tiga tahun ini, diakui Ari dampaknya belum terasa bagi masyarakat. Salah satunya penciptaan lapangan kerja. Infrastruktur yang dibangun dinilai harus bersifat jangka panjang.

"Sedangkan kita butuh infrastruktur yang menciptakan kesempatan kerja dalam jangka pendek. Bangun jalan tol misalnya, bagus untuk meningkatkan daya saing kita, tapi yang bekerja itu padat modal semua, seperti buldoser, bahan baku impor, jadi penyerapan ke tenaga kerja kurang," tuturnya.

Sementara proyek infrastruktur yang membuka lebih banyak kesempatan kerja, kata Ari, seperti pembangunan jalan kabupaten, provinsi, dan irigasi pertanian masih kurang digenjot pemerintah sehingga penyerapan tenaga kerja minim.

"Dampaknya ke pertumbuhan ekonomi juga belum ada, buktinya ekonomi masih tumbuh 5,0 persen. Penyerapan tenaga kerja sekarang kurang dari 200 ribu orang karena pembangunan infrastruktur menggunakan tenaga mesin. Sedangkan kalau bangun jalan daerah, bangun waduk kan banyak menggunakan tenaga masyarakat di daerah," ucapnya.

 

Tonton Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Pemerataan Ekonomi

Dari sisi pemerataan ekonomi, dia menilai, dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen per tahun, sudah cukup menyebar ke seluruh Indonesia. Buktinya di Sulawesi dan Sumatera Bagian Utara, kecuali Aceh, mencetak pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional.

"Jadi sebenarnya sudah cukup merata ekonomi kita, karena kita tumbuh tidak terlalu cepat sekitar 5 persen. Kalau tumbuhnya 6-7 persen, itu pasti ada yang tidak merata. Pasti ada yang ketinggalan," tegasnya.

Ari berpendapat, jika Indonesia ingin pertumbuhan ekonomi 6 persen sampai 7 persen pada 2019, mesti diiringi dengan upaya-upaya menciptakan pertumbuhan inklusif. Oleh karenanya, dirancang ada dana desa yang sudah dijalankan pemerintahan Jokowi-JK.

"Tumbuh 6 persen, kalau tidak ada dana desa, desa bakal tertinggal dan kota-kota akan tumbuh lebih cepat. Makanya ada dana desa, alokasi khusus ke daerah untuk menciptakan pertumbuhan inklusif. Termasuk penyaluran program kredit usaha rakyat (KUR), perumahan rakyat, dan lainnya," jelas Ari.

Dari data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah akan membangun 39 bendungan, 30 proyek baru, dan 9 selesai pada 2015-2017.

Sementara jalan tol, realisasinya diperkirakan 568 kilometer (km), pembangunan sistem penyediaan air minum dengan tambahan kapasitas 20.430 per detik, dan capaian pembangunan perumahan ditargetkan sekitar 2,2 juta unit (2015-2017).