Liputan6.com, Jakarta Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menilai kenaikan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 10,04 persen terlalu tinggi di tengah kondisi perlambatan ekonomi saat ini. Penyesuaian tersebut akan semakin memukul keberlangsungan bisnis atau industri hasil tembakau.
Ketua Departemen Media Center AMTI, Hananto Wibisono mengaku mendukung kebijakan cukai yang rasional, berimbang, serta mempertimbangkan keberlangsungan industri hasil tembakau. AMTI menolak kenaikan cukai yang eksesif.
Advertisement
Baca Juga
"Kenaikan cukai rata-rata tertimbang 10,04 persen terlalu besar untuk kondisi saat ini. Kenaikan itu akan semakin memukul keberadaan sektor tembakau," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (20/10/2017).
Hananto menjelaskan, industri tembakau faktanya adalah industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu sampai hilir. Selain itu, rokok merupakan sumber utama penerimaan cukai negara.
"Kondisi sekarang industri sudah turun volume produksinya dalam empat tahun terakhir. Industri rokok jangan terus menerus dibebani kenaikan cukai yang terlalu tinggi, karena beban pajak sudah mencapai 60 persen dari harga rokok (termasuk pajak rokok dan PPN hasil tembakau," jelasnya.
Menurutnya, saat industri sedang merosot, akan berdampak terhadap seluruh mata rantai industri hasil tembakau, seperti petani cengkeh, petani tembakau yang totalnya mencapai enam juta orang, sampai ke pabrik rokok.
"Kebijakan cukai seharusnya bersifat jangka panjang, sehingga kepastian usaha lebih terjamin dan pelaku industri tidak was-was setiap tahunnya menjelang kenaikan cukai," tutur Hananto.
Pemerintah diminat untuk tidak terus tergantung pada cukai hasil tembakau sebagai tulang punggung penerimaan cukai, termasuk saat kondisi lesu sekarang ini. Akan tetapi mencari alternatif penerimaan lewat penambahan barang kena cukai.
"Pemerintah harus fokus juga dalam memberantas rokok ilegal supaya kondisi industri dalam negeri lebih kondusif. Sebagai bentuk perlawanan dari konsumen (atas kenaikan cukai rokok), pastinya mereka tingwe alias melinting dewe (red-sendiri)," tukas Hananto.
Tonton Video Pilihan Ini: