Sukses

Lotus Thamrin Tutup, Bos BI Klaim Penjualan Ritel Masih Tumbuh

Pemulihan konsumsi atau daya beli juga ditunjukkan melalui data penjualan industri otomotif.

Liputan6.com, Jakarta Satu lagi usaha ritel tutup. Kali ini, Lotus Department Store yang berlokasi di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat yang rencananya ditutup mulai 26 Oktober 2017. Department store yang dikelola PT Mitra Adiperkasa Tbk menambah daftar toko ritel yang tutup pada tahun ini, setelah sebelumnya 7-Eleven, Matahari, dan Ramayana.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan, penjualan ritel telah membaik dan meningkat di kisaran 5 persen. Pemulihan konsumsi atau daya beli juga ditunjukkan melalui data penjualan industri otomotif.

"Saya tidak bisa bicara mikro, tapi secara umum dalam rapat kemarin sudah ada perbaikan atau peningkatan penjualan di kisaran 5 persen. Penjualan industri otomotif, sepeda motor sudah ada perbaikan walaupun belum tinggi," jelasnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Dia menambahkan, beberapa industri di sektor perdagangan, perhotelan, restoran mencatatkan penjualan yang lebih baik. Kondisi ini mendukung kegiatan ekspor nasional.

"Kita juga melihat investasi bangunan dan non bangunan, membaik. Pembelian barang-barang modal untuk mendukung sektor perkebunan dan sektor pertambangan. Itu kelihatan ada peningkatan," terang Agus.

2 dari 2 halaman

Lotus Department Store Thamrin Tutup, Ini Kata Pengusaha Ritel

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyatakan kabar soal tutupnya Lotus Departement Store menjadi peringatan bagi pemerintah terhadap perkembangan bisnis ritel di dalam negeri. Hal ini salah satunya merupakan dampak dari lesunya daya beli dan perubahan pola konsumen masyarakat.

Ketua Umum Aprindo Roy N Mande mengaku kaget dan tidak menyangka jika departement store seperti Lotus memutuskan untuk menutup gerainya. Padahal salah satu gerainya yang berlokasi di Jalan MH Thamrin menempati areal strategis dan mempunyai pangsa pasar yang besar, seperti para pekerja di sekitar kawasan tersebut.

"S‎aya juga kaget mendengar kabar ini, saya sedang menghubungi manajemennya, tapi belum tersambung," ujar dia pada acara Rembuk Nasional 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Terlepas dari hal tersebut, lanjut dia, tutupnya Lotus, yang sebelumnya juga telah dilakukan oleh ritel modern lain menjadi alarm bagi pemerintah jika ada masalah pada daya beli masyarakat. Hal tersebut membuat bisnis di sektor tersebut semakin sulit untuk kembali tumbuh pada tahun ini.

"Tapi ini kita lihat sebagai alert lagi, kalau saya katakan ini alarm lagi bagi regulator dan pemerintah bahwa bisnis ritel dalam situasi yang belum recovery. Karena kalau semua recovery, buka tutup itu sebagai suatu hal yang biasa dalam bisnis. Tapi tutup di kala yang lain tidak tutup, ini sebagai sesuatu yang perlu dicatat," kata dia.

Roy menuturkan, kemungkinan besar penyebab dari tutupnya ritel modern seperti Lotus ini adalah soal pendapatan yang menurun. Pendapatan yang diterima tidak mampu mengimbangi besarnya biaya operasi yang dikeluarkan oleh pengusaha agar bisnis ritel bisa terus berjalan.

"Mengapa bisa terjadi seperti itu? Pasti ujung-ujungnya masalah revenue, pendapatan. Sekiranya pendapatan ini bisa dibangkitkan kembali, berarti pola konsumsi masyarakat bisa dibangkitkan kembali, harusnya tidak terjadi yang namanya penutupan Lotus dan lain-lain. Ini menjadi alarm bahwa ada sesuatu yang perlu diharmonisasi, perlu direlaksasi, perlu disinkronisasi lagi terhadap bisnis atau industri ritel," ujar dia.