Sukses

BI: Rupiah Tersungkur ke 13.500 Akibat Kebijakan AS

Potensi Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) semakin kuat untuk menaikkan Fed Fund Rate (FFR) di akhir tahun ini.

Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus tertekan ke posisi 13.535, berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor). Pelemahan ini lebih banyak dipengaruhi sentimen dari luar negeri.

"Dinamika yang ada di luar negeri lebih banyak mempengaruhi perubahan nilai tukar rupiah," kata Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Agus menilai, potensi Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) semakin kuat untuk menaikkan Fed Fund Rate (FFR) di akhir tahun ini, serta pemangkasan neraca (balance sheet reduction) oleh The Fed.

"Semakin tinggi probabilitas naiknya FFR di akhir tahun dan balance sheet reduction oleh The Fed. Itu yang utama," ujar mantan Menteri Keuangan itu.

Gejolak kurs rupiah, sambungnya, juga terimbas sentimen kepastian pergantian kepemimpinan Gubernur Bank Sentral AS. Sementara dari kondisi perekonomian dalam negeri, dipastikan Agus dalam keadaan baik.

"Kepastian yang akan dipilih untuk meneruskan sebagai chair The Fed. Hal ini penyebab utama terjadinya gejolak pasar uang. Tapi secara umum, kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik, dan perkembangannya menunjukkan kondisi yang positif," jelas Agus.

Agus menambahkan, kondisi ekonomi Indonesia yang positif ditunjukkan dengan data indikator makro, seperti realisasi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen pada semester I-2017. Dia memperkirakan terjadi perbaikan ekonomi di kuartal III dan IV, sehingga pertumbuhan ekonomi nasional di tahun ini bisa mencapai 5,1 persen-5,2 persen.

Selain itu, lebih jauh Agus bilang, inflasi terjaga dengan baik. Berdasarkan survei sampai minggu ketiga Oktober 2017, inflasi tahunan sebesar 3,66 persen atau lebih rendah dari 3,72 persen di September ini. Defisit transaksi berjalan juga dalam keadaan baik, tidak lebih dari 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

"Jadi kondisi ini adalah kondisi yang cukup baik dari Indonesia. Perkembangan di luar negeri yang perlu diwaspadai," tandasnya.

Video Terkini