Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada perdagangan Selasa pekan ini. Hal itu 5didorong aksi ambil untung oleh investor.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat naik tipis enam poin menjadi 13.529 pada Selasa, 24 Oktober 2017. Pada perdagangan Senin, 23 Oktober 2017, rupiah berada di posisi 13.535 per dolar AS.
Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 12 poin ke posisi 13.531 per dolar AS dari penutupan perdagangan kemarin di posisi 13.543. Rupiah bergerak di kisaran 13.530. Hingga Selasa siang, rupiah berada di kisaran 13.522-13.538.
Advertisement
Baca Juga
Analis PT Bank Woori Saudara Tbk Rully Nova menuturkan, investor merealisasikan keuntungan usai dolar AS menguat. Selain itu, kebijakan the Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga juga masih menunggu data ekonomi.
Rully berpendapat, dari sentimen internal yang mempengaruhinya, yaitu kebijakan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan 4,25 persen, hal ini memberikan sentimen positif untuk rupiah.
"Rupiah masih ada penguatan hingga sore nanti hanya terbatas. Tekanan terhadap rupiah masih akan membayangi, terutama dari eksternal Amerika Serikat," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Rupiah Sempat Melemah Tipis
Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan tekanan pada awal pekan ini. Hal itu didorong penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang.
Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah melemah 18 poin dari posisi 13.517 per dolar AS pada 20 Oktober 2017 menjadi 13.535 pada 23 Oktober 2017.
Berdasarkan data kurs Bloomberg, rupiah dibuka di posisi 13.527 per dolar AS dari penutupan pekan lalu di kisaran 13.519. Hingga Senin siang, rupiah bergerak di kisaran 13.523-13.539 per dolar AS.
Analis PT Bank Woori Saudara Tbk Rully Nova menuturkan, tekanan terhadap rupiah didominasi dari sentimen eksternal. Hal itu mengingat kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk mereformasi pajak diperkirakan dapat dukungan.
Selain itu, rencana the Federal Reserve menormalisasikan aset bank sentral juga pengaruhi mata uang dolar AS.
Sedangkan dari sentimen internal, Rully mengatakan, investor memperhatikan realisasi penerimaan pajak dan utang pemerintah. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan pajak nonmigas sepanjang 1 Januari-30 September 2017 sebesar Rp 732,1 triliun.
Capaian ini baru 59 persen dari total target Rp 1.241,8 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Rully mengatakan, ada kekhawatiran penerimaan pajak tidak bisa penuhi target, sehingga mendorong defisit semakin lebar sehingga akan ditutup oleh utang.
"Namun paling pengaruhi dolar Amerika Serikat cenderung menguat terhadap mata uang utama lainnya karena reformasi fiskal di Amerika Serikat," kata Rully.
Advertisement