Sukses

Perusahaan Ini Datangkan Pesawat Antonov untuk Salurkan Raskin

PT National Gold West Papua Indonesia menyatakan telah mengajukan izin khusus pesawat pengangkut raskin di Papua kepada Kemenhub.

Liputan6.com, Jakarta - PT National Gold West Papua Indonesia (PT NGWPI) menyatakan telah ditunjuk oleh Bulog Papua untuk mendatangkan pesawat Antonov An-3 Turbine dari Rusia. Pesawat tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pendistribusian beras untuk rakyat miskin (raskin) dan rastra bagi masyarakat pedalaman Papua.

Direktur PT NGWPI Bert Murib menuturkan, pesawat tersebut dipilih karena sangat cocok dengan karakteristik bandara-bandara daerah Papua yang tidak rata, landasan pendek, belum beraspal dan terpencil, sehingga dapat memuat 1.800 kilogram (Kg).

"PT NGWPI yang telah ditunjuk oleh Bulog Papua, mendatangkan pesawat ini yang didedikasikan untuk memenuhi kebutuhan pendistribusian Raskin/Rastra," kata Bert seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (27/10/2017).

Hal itu juga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 21/2001 tentang otonomi khusus Papua, Peraturan Presiden RI Nomor 84/2012 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan Papua dan Papua Barat.

Selain itu, surat Rekomendasi Bulog Papua Nomor K-002/CA004/RAS-PUNCAK/04/2017 pada 4 April 2016, Nomor 214/CA004/06/2017 pada 7 Juni 2-17.

"Pesawat An-3-Turbine dengan registrasi RA-05888 tersebut adalah buatan 2001 sesuai bukti copy dokumen dari otoritas penerbangan Rusia, sesuai penjelasan Nikolay Astaskhin, pimpinan perusahaan Russia Zodiak Group di Jakarta," kata dia.

Bert menuturkan, Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor:PM-7/2016 pada 15 Januari 2016 mengatur tentang pembatasan usia pesawat 30 tahun untuk pesawat yang dimasukkan ke Indonesia, untuk didaftarkan dan dioperasikan dengan nomor registrasi Indonesia atau PK.

"Sedangkan pesawat An-3-T ini yang dimohon oleh PT NGWPI adalah izin khusus untuk mengangkut raskin/rastra di Papua dengan tetap memakai registrasi asal Rusia lengkap dengan awak pesawat dan mekaniknya," tambah dia.

Ia menambahkan, hal itu juga sudah banyak diberikan kepada pesawat-pesawat terbang ber-registrasi asing lainnya di Indonesia untuk berbagai keperluan.

"Pada 6 September 2017 di Jakarta dengan didampingi Wakil Gubernur Papua kami menghadapi Bapak Menteri Perhubungan menyerahkan surat rekomendasi Gubernur Papua pada 28 Agustus 2017 untuk tujuan mendukung pemberian izin khusus pesawat pengangkut Raskin/Rastra. Pada saat itu, Bapak Menteri menjanjikan akan mengeluarkan izin surat khusus operasi tersebut, namun hingga hari ini izin tersebut tidak dikeluarkan," jelas dia.

Ia menuturkan, hal yang diungkapkan Staf Khusus Presiden Urusan Papua Lenis Kogoya bersifat umum tentang fakta-fakta kendala transportasi di Papua. Kendala itu membuat harga barang-barang menjadi mahal untuk rakyat pedalaman Papua.

"Ini termasuk sulitnya mengurus izin khusus di Kementerian Perhubungan terutama bagi pesawat pengangkut Raskin/Rastra ini yang sudah berbulan-bulan tidak diberikan izin beroperasi. Hal ini tidak sesuai dengan harapan dan janji Presiden bahwa mengurus izin itu mudah dan tidak perlu lama," jelas dia.

Oleh karena itu, Bert menuturkan, pihaknya merasa dipersulit, dirugikan baik morel maupun materil yang sangat besar.

"Akibatnya raskin/rastra banyak yang menjadi rusak atau busuk dan tidak sampai ke tangan rakyat yang berhak tepat pada waktunya," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Pesawat Belum Dapat Izin

Sebelumnya, Staf Khusus Presiden asal Papua Lennis Kogoya menyesalkan belum efektifnya penerapan program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga di Papua. Hal ini salah satunya lantaran sejumlah pesawat kargo pengangkut barang termasuk BBM belum mendapatkan izin terbang dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Lennis menjelaskan, hal ini seperti yang terjadi di Kabupaten Nabire, Papua. Di kabupaten tersebut sebenarnya sudah ada sejumlah pesawat jenis Antonov An-3 yang siap mengangkut dan menjemput barang-barang kebutuhan masyarakat, termasuk BBM. Namun hingga saat ini pesawat tersebut belum mendapatkan izin sehingga tidak bisa beroperasi.

"Ada beberapa pesawat Antonov 3. Ada di Nabire, tapi Menteri (Perhubungan) tahan sampai sekarang. Saya kecewa dengan kinerjanya. Kalau Menteri dukung, maka pesawat bisa bantu," ujar dia di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Jumat 13 Oktober 2017.

Padahal menurut dia, pesawat ini bisa mengangkut sekitar 1,68 ton BBM. Tapi sudah 5 bulan terakhir pesawat-pesawat ini tidak beroperasi karena tidak ada izin. Padahal pesawat tersebut sudah disewa oleh masyarakat Papua untuk mengangkut barang-barang kebutuhan masyarakat.

"Ini 1,68 juta ton mau diangkut ke pedalaman. Menhub (Menteri Perhubungan) enggak keluarin izin. Sudah 5 bulan, ini (pesawat) baru masuk. Ini kontrak (sewa) oleh masyarakat Papua, dia bayar terus," kata dia.

Lennis mengungkapkan, saat ini hanya ada 1-2 kali penerbangan saja untuk mengangkut barang-barang kebutuhan masyarakat. Padahal, bila izin bisa diberikan, seluruh pesawat bisa beroperasi dan dalam sehari akan ada 10 kali penerbangan.

"Minimal 5 (penerbangan), sampai 10 (penerbangan). Ini tergantung Kementerian Perhubungan. Kalau pesawat sudah ada di sana, harusnya diizinkan. Pesawat ini sudah ada di Nabire, tapi belum diizinkan. Ini ada apa?" tandas dia.