Liputan6.com, Jakarta Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi sudah menerbitkan aturan baru terkait taksi online, yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 108 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Aturan ini menimbulkan reaksi dari operator angkutan online, Grab Indonesia dan Asosiasi Driver Online (ADO).
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata merasa keberatan dengan penetapan tarif batas atas dan bawah untuk taksi online. Dia lebih berharap tarif yang mengikuti mekanisme pasar.
Kementerian Perhubungan (Kemenkeu) menetapkan tarif untuk wilayah I (Sumatera, Jawa, Bali), batas atasnya Rp 6.000 per kilometer (km) dan batas bawahnya Rp 3.000 per km. Sedangkan untuk wilayah II (di luar Sumatera, Jawa, Bali), batas atas sebesar Rp 6.500 per km, dan Rp 3.700 per km sebagai batas bawahnya.
Advertisement
"Dari sisi kami, tarif segitu terlalu tinggi. Harusnya biar lebih kepada mekanisme pasar, karena pada waktu-waktu tertentu, tarifnya juga bisa lebih murah," kata Ridzki saat Konferensi Pers di kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (27/10/2017).
Alasannya, perusahaan harus tetap memikirkan penghasilan para mitra atau pengemudinya. Dari hasil pengamatan Ridzki, pendapatan mitranya bervariasi tergantung produktivitas mereka, apakah bekerja penuh atau paruh waktu.
"Tentu kami harapkan selalu konsisten mekanisme pasar adalah terbaik. Kami selalu memperhatikan penghasilan para pengemudi, jadi kalau ada waktu-waktu tarif rendah, itu pada saat permintaan turun. Kalau demand sedang tinggi, menjadi mekanisme juga untuk ketersediaan kendaraan jadi nomor satu untuk kebanyakan penumpang," terangnya.
Dengan batasan mekanisme pasar, sambung Ridzki, perusahaan juga menghitung berapa harga dari kompetitor, sehingga menjaga tidak terjadi penentuan harga terlalu tinggi untuk masyarakat.
"Tapi oke lah ada tarif batas dan bawah, yang kami harapkan bagaimana fleksibelnya, perhitungannya, memperhitungkan dinamika dan teknologi ini, dan memperhitungkan bahwa itu tidak ditentukan hanya per trip saja, tapi secara totalitas," tegasnya.
Saat ditanyakan lebih jauh apakah penetapan tarif tersebut bakal mengurangi program promo Grab, Ridzki meminta ada waktu transisi kepada pemerintah.
"Promo kan terikat peraturan komersial, di mana kami sudah menjanjikan sesuatu. Kami mohon ada kebijakan di sini, ada transisi karena kami janjikan untuk jangka waktu tertentu. Jadi nanti kami lihat ke depan bagaimana adjustment-nya. Kami akan pelajari lagi nanti," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online (ADO), Christiansen FW menolak beberapa poin yang diatur dalam Permenhub Nomor 108, antara lain stiker dengan diameter 15 centimeter (cm) dan tanda khusus di pelat nomor.
"Kami menolak kode khusus di pelat nomor dan stiker dengan diameter 15 cm. Kami tidak menolak stiker, tapi di Permenhub 26/2017, ukuran stiker hanya 6 cm di kaca depan dan belakang," tegasnya.
Atas peraturan ini, ADO berencana melayangkan gugatan ke jalur hukum kepada pemerintah. Pihaknya akan mempelajari dasar hukum berdasarkan Undang-undang (UU) yang berlaku.
"Yang kami tolak kan tidak langsung berlaku, seperti stiker dan tanda khusus di pelat nomor. Sedangkan yang lain akan kami ikuti. Untuk yang kami tolak, kami upayakan melalui jalur hukum," kata Christiansen.