Liputan6.com, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) telah mengeluarkan satu perbankan dari daftar bank-bank yang berdampak sistemik bagi stabilitas sistem keuangan nasional. KSSK juga terus mengawasi beberapa bank yang sudah hampir masuk garis batas (borderline) risiko sistemik.
KSSK terdiri dari empat institusi, yakni Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Ada satu bank yang keluar dari risiko sistemik karena ukuran (size) bank itu menurun dan telah menghapus buku besar. Jadi tadinya sistemik menjadi tidak sistemik," kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso saat Konferensi Pers di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Selasa (31/10/2017).
Advertisement
Wimboh mengatakan, KSSK khususnya OJK mengidentifikasi beberapa bank yang sudah hampir masuk dalam garis batas berisiko sistemik. KSSK akan memonitor secara khusus sehingga mampu mengambil langkah, atau bahkan melakukan pencegahan alias preventif jika ada indikasi risiko.
"Ada beberapa bank yang sebenarnya ada di hampir borderline, sehingga bank ini yang kita monitor walaupun tidak dalam kondisi sistemik. Kalau ada indikasi atau potensi risiko, bisa ditangkap lebih dini sehingga pengawasan lebih preventif terhadap bank-bank ini," jelas Wimboh.
OJK sebelumnya menyebut ada 12 bank besar di Indonesia yang masuk dalam kategori sistemik. Artinya jika perbankan tersebut mengalami kolaps atau gangguan likuiditas, maka dampaknya merembet ke perbankan lain, bahkan berpotensi menimbulkan krisis di sektor keuangan.
Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), yang dimaksud Bank Sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
OJK: Ada 12 Bank Besar Berdampak Sistemik
Sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut ada 12 bank besar di Indonesia yang masuk dalam kategori sistemik. Artinya jika perbankan tersebut mengalami kolaps atau gangguan likuiditas, maka dampaknya merembet ke perbankan lain, bahkan berpotensi menimbulkan krisis di sektor keuangan.
"Ada 12 bank sistemik. Namanya tidak usah disebut lah," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Rabu 5 April 2017.
Dalam Undang-undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), yang dimaksud Bank Sistemik adalah bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, jika bank tersebut mengalami gangguan atau gagal.
"Kategori bank sistemik secara ukuran, interkoneksitas, dan kompleksitas transaksi karena memiliki kegiatan usaha yang tinggi," Muliaman menambahkan.
Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Nelson Tampubolon menegaskan, 12 bank yang berdampak sistemik itu masuk kategori bank-bank besar. Jika bank tersebut sakit, maka imbasnya merembet ke bank lain.
"Sebanyak 12 bank sistemik itu bank besar. Kalau bank itu sampai bermasalah akan membawa dampak ke bank lain, lalu bank lain itu memberi dampak ke bank lain lagi sehingga sistemik sifatnya," papar dia.
Dari jumlah ini, kata Nelson, memungkinkan bisa bertambah. OJK akan mengevaluasi secara rutin dalam kurun waktu enam bulan.
Dia mengaku, 12 bank sistemik tersebut belum melaporkan rencana aksi (recovery plan) yang tertuang dalam Peraturan OJK. Bank sistemik harus menyiapkan rencana dalam rangka mencegah dan mengatasi masalah keuangan yang berpotensi terjadi. POJK ini baru terbit dan berlaku pada 4 April 2017.
"Belum ada yang menyerahkan recovery plan kan baru berlaku aturannya. Pengawas minta kalau banknya suatu waktu bermasalah, opsinya apa saja untuk menyelamatkan. Tapi bank sudah menyusun rencana, pemilik modal bisa menambah segera atau yang lain. Ini di review sekali dalam enam bulan," imbuh Nelson.
Advertisement