Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan memangkas golongan pelanggan listrik pada segmen rumah tangga. Hal ini untuk menyederhanakan klasifikasi pelanggan PT PLN (Persero).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, penyederhanaan dilakukan karena selama ini terlalu banyak golongan pelanggan rumah tangga yang terbagi dalam beberapa kelompok daya antara lain 450 Volt ampere (Va), 1.300 Va, dan 2.200 Va.
"Iya enggak usah begitu sekarang golongannya 450, 900, 1.300, 2.200. Enggak begitu," kata Jonan, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Jonan mengungkapkan, golongan rumah tangga cukup dibedakan dalam dua jenis golongan, yaitu penerima subsidi dan nonsubsidi. Kemudian golongan tersebut disamakan, meski daya listrik yang digunakan berbeda.
"Kecuali yang disubsidi 450 dan 900 Va lainnya, enggak usah mepet kecil-kecil begitu," ujar dia.
Jonan menuturkan, PT PLN (Persero) telah menyepakati penyederhanaan golongan pelanggan listrik rumah tangga. Untuk mematangkan rencana tersebut, dia akan melakukan rapat dengan pihak PLN.
"Bahkan PLN sendiri sudah sepakat untuk mengubah kelas golongan. Nanti siang saya mau rapat juga," tutur Jonan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tarif Listrik Tak Naik pada 2018
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Premium dan Solar pada 2018. Kebijakan tersebut diambil karena ada tambahan pasokan listrik dari proyek 35 ribu Megawatt (MW).
"Tidak (naik). Belum ada keputusan. Mudah-mudahan malah turun (tarif listrik)," tegas Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Sommeng saat ditemui di Gandaria City, Jakarta, Minggu 29 Oktober 2017.
Dia beralasan, pemerintah sudah dan masih dalam proses pembangunan listrik 35 ribu MW dengan target sampai akhir 2019. Dengan konsumsi yang tidak signifikan, sementara pasokan listrik akan bertambah, Andy mengharapkan, akan menurunkan tarif tenaga listrik.
"Kalau permintaan tidak terlalu tinggi, tapi suplai listrik banyak, maka tarif bisa turun. Makanya PLN juga bekerja keras untuk mengefisienkan biaya-biaya. Jadi kita berdoa supaya turun tarifnya," dia menerangkan.
Andy menyebut, konsumsi listrik masyarakat Indonesia per kapita sebesar 980 Kilowatt per hour (kWh) per tahun. Rasio elektrifikasi di Indonesia sampai dengan saat ini mencapai 93,08 persen.
Jumlah konsumsi listrik Singapura sudah menembus sekitar 8.000 kWh per kapita per tahun atau delapan kali lipat Indonesia. Sedangkan negara tetangga, Malaysia sudah empat kalinya Indonesia.
"Nanti ada MRT, LRT di Jakarta, dan kalau cuma kapasitas listrik 30 persen agak riskan, makanya pembangkit listrik di Jawa dibangun lebih banyak. Tapi orang selalu mengkritisi proyek 35 ribu MW, karena bisa oversupply. Kita antisipasi kalau suatu waktu permintaan tinggi," jelas Andy.
Dia optimistis, dari proyek listrik 35 ribu MW, bakal rampung sekitar lebih dari 29 ribu MW hingga 2019. Sementara sisanya akan dituntaskan secara bertahap.
Advertisement