Liputan6.com, Jakarta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung keinginan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati agar zakat bisa dikelola dengan baik dan profesional seperti pajak. Hal ini salah satunya dengan wacana zakat sebagai pengurang pajak penghasilan (PPh) dan pembentukan Forum Dewan Pengawas Syariah Lembaga Zakat (DPS Laznas).
Ketua MUI KH Ma'ruf Amin mengatakan, saat ini pengumpulan zakat masih sangat kecil. Padahal, seperti yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani, potensi zakat masyarakat Indonesia bisa mencapai Rp 217 triliun.
Baca Juga
‎"Pengumpulan zakat secara nasional masih di bawah 10 persen dari potensi yang ada. Dengan penerapan wacana ini mungkin bisa ditingkatkan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Advertisement
Ma'ruf menyatakan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengumpul zakat memang masih minim. Sehingga masih banyak yang langsung menyalurkan zakat tanpa lewat lembaga resmi.
"Mungkin sudah disalurkan langsung tanpa lewat lembaga resmi. Ini pekerjaan rumah besar bagi lembaga zakat agar dipercaya masyarakat," kata dia.
Menurut Ma'ruf, melalui Forum DPS Laznas juga pengumpulan dan penyaluran zakat masyarakat bisa dilaksanakan secara maksimal.
"Inisiatif dalam membentuk Forum Dewan Pengawas Syariah Lembaga Zakat ini termasuk menyelesaikan berbagai masalah dalam lingkup zakat, salah satunya pengkajian mengentaskan kaum dhuafa yang terlilit utang," tandas dia.
Â
Potensi Zakat
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, ingin agar zakat bisa dikelola dengan baik seperti pajak. Dengan demikian, masyarakat khususnya umat muslim bisa mengeluarkan kewajiban zakatnya dan dapat dikelola dengan baik.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan, ‎potensi zakat masyarakat Indonesia mencapai Rp 217 triliun. Angka ini hampir sama dengan jumlah penerimaan negara bukan pajak (PNBP) per tahun.
"Ada Rp 217 triliun potensi zakat atau sama dengan penerimaan negara bukan pajak. Ini lebih dari 10 persen anggaran pemerintah.‎ Ini sangat menjanjikan. Tapi hanya 2 persen yang mampu dikumpulkan melalui Baznas," ujar dia.
Menurut Sri Mulyani, minimnya zakat yang terkumpul tersebut lantaran sebagian besar masyarakat Indonesia memandang zakat hanya dibayarkan jelang Idul Fitri, yaitu zakat fitrah.
Padahal, selain zakat fitrah, ada juga zakat mal yang justru punya potensi lebih besar karena dikeluarkan berdasarkan pendapatan yang terima masyarakat.
"Orang punya pandangan soal zakat yang berbeda. Mereka menganggap zakat hanya dikeluarkan pada saat Ramadan, yaitu zakat fitrah. Yang lupa dibayar zakal mal, zakat kekayaan berdasarkan keuangan yang anda miliki," lanjut dia.
Dia mengungkapkan, memang pada zaman Nabi Muhammad SAW harta yang menjadi objek zakat, yaitu berupa emas, perak, barang-barang pertanian, dan tambang. Namun, pada masa sekarang, objek zakat tersebut telah banyak berubah dan berkembang.
"Sekarang banyak tabungan Anda tidak dalam bentuk tambang, emas, tapi dalam bentuk deposit. Ini dinilai bukan objek zakat, karena pada zaman Nabi Muhammad tidak ada simpanan dalam bentuk deposit," ungkap dia.
Agar potensi zakat ini bisa optimal, maka metode pengumpulannya harus seperti pajak. Sebab, pada dasarnya, zakat sama seperti pajak yang dikumpulkan untuk pembangunan.
"Kita harus mengedukasi untuk yakinkan agar pengelolaan dana ini, karena hampir sama dengan pajak. Anda membayar dan tidak mengharapkan itu kembali. Ini bagian dari Anda sebagai warga negara harus bayar pajak, dan sebagai muslim ada keyakinan harus bayar zakat. Ketika bayar pajak digunakan untuk tujuan pembangunan melalui pemerintah," tandas dia.
Advertisement