Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan berencana menaikkan tarif cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) atau minuman keras (miras) pada tahun depan. Rencana lainnya, mengalihkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk kendaraan bermotor menjadi cukai.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengaku, rencana kenaikan tarif cukai minuman beralkohol dan tersebut masih dalam diskusi sebagai bentuk ekstensifikasi penerimaan cukai.
Baca Juga
"Belum, minuman (beralkohol) nanti dulu, masih bicara terus. Fokus kita sekarang bagaimana memberantas yang ilegal melalui penertiban impor," katanya saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/11/2017).
Advertisement
Termasuk juga mengenai pengalihan PPnBM untuk kendaraan bermotor menjadi cukai. "Itu juga dibicarakan terus-menerus sebagai bentuk ekstensifikasi cukai. Jadi belum ada keputusan apa pun mengenai itu," tegas Heru.
Saat ini, Heru menuturkan, Ditjen Bea dan Cukai tengah fokus untuk menerapkan kenaikan tarif cukai rokok dengan rata-rata tertimbang sebesar 10,04 persen per 1 Januari 2018. Pemerintah pun akan memungut cukai sebesar 57 persen atas cairan atau liquid vape maupun e-cigarette mulai 1 Juli 2018.
"Kami masih fokus rokok dulu," tuturnya.
Untuk diketahui, pemerintah mematok target setoran dari cukai sebesar Rp 155,4 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
Rinciannya berasal dari cukai hasil tembakau Rp 148,2 triliun, cukai etil alkohol Rp 170 miliar, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) sebesar Rp 6,5 triliun, dan pendapatan cukai lainnya yang diharapkan berasal dari cukai kantong plastik sebesar Rp 500 miliar.
Bea Cukai Siapkan Strategi Penuhi Target 2018
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan bahwa pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai hasil tembakau tak terlalu besar, seperti 2 tahun terakhir. Heru mengungkapkan, dari target penerimaan cukai di RAPBN 2018 sebesar Rp 155,40 triliun, salah satunya berasal dari cukai Hasil Tembakau (HT) atau rokok sebesar Rp 148,23 triliun atau naik 0,5 persen dibanding APBN-P 2017 sebesar Rp 147,49 triliun.
"Kami targetkan kenaikan penerimaan dari cukai HT tidak terlalu besar seperti 2 tahun terakhir karena beberapa hal," kata Heru di Gedung DPR, Senin (18/9/2017).
Dikatakan Heru, pihaknya sedang mencari strategi yang optimal untuk memenuhi target pendapatan yang ditetapkan pemerintah untuk tahun 2018 sebesar Rp 155,4 triliun. “Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu pengawasan terhadap rokok ilegal, yang kedua adalah mengenai kebijakan tarifnya,” ujar Heru.
Secara terpisah, Muhaimin Moefti, ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) dalam keterangan persnya menyampaikan bahwa kenaikan cukai terlalu tinggi akan memicu maraknya perdagangan rokok ilegal dan mempercepat kematian industri rokok nasional. Hal ini membahayakan penerimaan negara dari cukai dan kelangsungan usaha serta tenaga kerja di dalamnya.
“Di tengah terus menurunnya industri dalam beberapa tahun terakhir ini, kami berharap persentase kenaikan tarif cukai tahun 2018 paling tinggi adalah 4,8 persen, yaitu sama dengan persentase kenaikan target penerimaan cukai seperti tercantum di RAPBN 2018. Jangan lagi ada beban tambahan bagi industri,” kata Moefti.
Selain dari sisi tarif, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan mengatakan bahwa saat ini sistem cukai di Indonesia tergolong rumit, sehingga pada akhirnya menimbulkan menjamurnya rokok ilegal.
“Sistem cukai rokok yang rumit menimbulkan peluang kesalahan personifikasi perusahaan, jual beli pita cukai antara perusahaan kecil ke perusahaan besar dan memperlambat proses pencetakan pita cukai,” tutupnya.
Advertisement