Liputan6.com, Riyadh - Dua minggu lalu, hotel Ritz Carlton yang mewah di Riyadh menjadi tempat konferensi internasional yang mempromosikan Arab Saudi sebagai tujuan investasi dengan lebih dari 3.000 pejabat dan pemimpin bisnis yang hadir.
Kini hotel itu sebagai penjara mewah bagi sejumlah elit politik dan 11 pangeran Arab yang diduga melakukan korupsi. Hal ini bermula saat pemerintahan Arab Saudi membentuk komite khusus anti-korupsi pada akhir pekan lalu. Raja Salman pun menunjuk Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman sebagai kepala komite khusus anti-korupsi itu.
Pangeran Mohammed bin Salman berusaha untuk membongkar sistem patronase atau kekuasaan yang lahir dari hubungan tidak seimbang antara pemegang kekuasaan dan klien atau anak buah sehingga meningkatkan ketimpangan ekonomi selama beberapa dekade.
Advertisement
Baca Juga
Mengutip laman Reuters, Rabu (8/11/2017), proses itu menjadi hal berisiko lantaran dapat merugikan para pengusaha swasta dan pemimpin keluarga konglomerat yang sudah membangun ekonomi non-minyak selama beberapa dekade terakhir.
Diperkirakan banyak industri bisa menderita jika investasi keluarga kerajaan menipis dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini saat ekonomi telah jatuh ke dalam resesi karena rendahnya harga minyak dan kebijakan penghematan.
Sementara itu, kini banyak perusahaan baru yang didukung pemerintah untuk bersaing dengan sistem dan pelaku usaha yang sudah tua. Banyak perusahaan terkait dengan Public Investment Fund, dana kekayaan kedaulatan kerjasaan. Namun tidak jelas bagaimana kelancaran transisi ke perusahaan tersebut.
"Aturan permainan berubah. Tapi mereka berubah tanpa pandang bulu. Bahkan orang-orang yang mengira mereka berada dalam peraturan tidak tahu apakah mereka masih berada dalam peraturan tersebut. Hanya ada ketidakpastian," jelas analis yang tidak mau disebutkan namanya.
Sejumlah pengusaha swasta di Arab Saudi sekarang mencoba memindahkan dana ke luar negeri. "Sementara mereka masih bisa untuk memindahkannya," tambah analis itu.
Bagi investor asing, hal mengejutkan dari penangkapan sejumlah pangeran Arab yaitu penahanan miliarder dan Pangeran Alwaleed bin Talal. Ia memimpin perusahaan investasi Kingdom Holding, dan merupakan sosok yang dikenal secara internasional.
Akan tetapi, bagi masyarakat Arab Saudi, nama-nama tahanan yang mengejutkan antara lain Nasser bin Aqeel al-Tayyar, miliarder Saleh Kamel, Bakr bin Laden.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selanjutnya
Kelompok usaha Binladin menjadi perhatian di tengah lingkungan bisnis berubah. Binladin dan kelompok konstruksi besar lainnya Saudi Oger telah lama menikmati akses istimewa ke proyek-proyek besar kerajaan Arab Saudi dan mengendalikan harga sebagai akibat dari hubungan dekat mereka dengan para pelanggan kerajaan.
Namun, ketika harga minyak jatuh membuat pemerintah membatalkan dan menunda proyek. Perusahaan-perusahaan menghadapi restrukturisasi utang. Binladin juga memberhentikan puluhan ribu pekerja. Sedangkan bankir Oger mengatakan, telah berhenti operasi.
Pada saat yang sama, perusahaan raksasa minyak negara Saudi Aramco mendirikan perusahaan konstruksi dengan mitra lokal dan internasional untuk membangun infrastruktur non-minyak di Arab Saudi. Bisnis berpotensi menghasilkan miliaran dolar yang sebelumnya masuk ke keluarga konglomerat.
Aramco dan PIF juga terhubung dengan perusahaan konstruksi Amerika Serikat (AS) Jacob Engineering untuk membentuk sebuah perusahaan manajemen untuk proyek strategis di Arab Saudi.
Banyak pelaku usaha di Arab Saudi merayakan jatuhnya sistem patronase lama dan bergeser menuju lingkungan bisnis yang "bersih".
"Ini berita bagus untuk menciptakan lingkungan yang bersih," ujar salah seorang eksekutif senior, seperti dikutip Reuters.
Akan tetapi, ada hal lain yang menjadi kekhawatiran dari bergesernya lingkungan bisnis yang bersih yaitu ekonomi tertekan. Ada khawatir bank dapat mulai memberikan pinjaman kepada keluarga yang terlibat dalam penyelidikan itu, serta memberikan pinjaman dengan sangat hati-hati.
Selain itu, banyak transaksi bisnis baru dapat tertunda. Seorang pengusaha di perusahaan jasa teknologi asing mengatakan kepada Reuters, kalau pihaknya mempertimbangkan usaha dengan mitra Arab Saudi. Akan tetapi memutuskan tidak melakukannya karena partner bisnis ada hubungan dengan Bakr bin Laden yang ditahan.
Seperti diketahui, komisi anti korupsi memiliki kewenangan luas untuk menyita aset di dalam dan luar negeri. Sejumlah pengusaha bertanya-tanya mengenai kekuatan tersebut untuk menekan perusahaan agar berpartisipasi dalam proyek pembangunan ekonomi oleh Pangeran Mohammed.
"Ini adalah kawasan kerajaan tua yang tidak ada di cabang keluarga kerajaan yang sedang dibersihkan. Ini pemusatan kekuatan politik dan ekonomi yang lebih jauh, pengambilalihan aset pribadi," ujar salah satu analis.
Advertisement