Sukses

Pemerintah Ingin Perkuat Rantai Pasok Industri Konstruksi

Infrastruktur skala besar harus didukung dengan kesiapan industri konstruksi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia saat ini menghadapi tantangan dengan maraknya pembangunan infrastruktur. Infrastruktur skala besar harus didukung dengan kesiapan industri konstruksi dan kesiapan rantai pasok konstruksi sumber daya konstruksi.

Plt. Dirjen Bina Konstruksi Danis Sumadilaga mengatakan, saat ini konstruksi Indonesia 2017 didukung dengan lahirnya Undang-Undang (UU) atau UU Jasa Konstruksi Nomor 2 Tahun 2017.

Melalui UU ini, sektor jasa konstruksi digiring ke arah baru yaitu penguatan stakeholder atau pemangku kepentingan Jasa Konstruksi terutama rantai pasok Industri Konstruksi dan Usaha Penyediaan Bangunan.

"Kita menyadari sepenuhnya bahwa infrastruktur yang andal merupakan kunci utama dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Oleh karena itu, segenap upaya akan kita curahkan terus menerus dalam upaya membangun infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan sekaligus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang telah lebih maju infrastrukturnya," tegas Danis di Indonesia Infrastructure Week di JCC, Jakarta, Rabu (8/11/2017).

Dia menuturkan, industri konstruksi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini berkembang pesat dengan berbagai program pembangunan infrastruktur. Rantai pasok perlu diperkuat untuk mendukung pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Untuk mendukung hal tersebut, UU Jasa Konstruksi Nomor 2 tahun 2017 secara tegas menyebutkan pada pasal 17 ayat (1): Kegiatan usaha Jasa Konstruksi didukung dengan usaha rantai pasok sumber daya konstruksi.

"Tujuan dari adanya pengaturan rantai pasok sumber daya konstruksi dalam UU No. 2 Tahun 2017 adalah agar tercipta produk konstruksi yang berkualitas, tercipta keselamatan publik dan kenyamanan lingkungan, dan tercipta integrasi nilai tambah," ujar Danis.

Selain itu beberapa hal penting lainnya yang diatur oleh UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi ini antara lain adanya pembagian tanggung jawab antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, meningkatkan peran masyarakat sebagai bagian kemitraan dan sistem informasi.

Tidak hanya itu, UU tersebut juga mengatur perlindungan hukum terhadap upaya menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi, perlindungan bagi tenaga kerja, sebagai jaring pengaman terhadap investasi serta menjamin pola persaingan yang sehat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi. (Yas)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

UU Jasa Konstruksi

Sebelumnya DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jasa Konstruksi menjadi undang-undang (UU). Pengesahan UU Jasa Konstruksi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing jasa konstruksi dalam negeri di era persaingan global.

Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian PUPR, Yusid Toyib mengatakan UU Jasa Konstruksi ini sangat diperlukan. Hal ini mengingat industri konstruksi Indonesia masih perlu peningkatan di beberapa aspek seperti rantai pasok, delivery system dalam sistem pengadaan barang dan jasa serta mutu konstruksi dan tuntutan penyelenggaraan good coorporate government.

"RUU Jasa Konstruksi ini diharapkan menjadi jawaban atas kebutuhan tata kelola dan dinamika pengembangan jasa konstruksi Indonesia sejalan dengan perkembangan dunia konstruksi saat ini," ujar dia di Jakarta, Jumat 16 Desember 2016.

Yusid menjelaskan, jaring pengaman pun disiapkan bagi investasi yang masuk di bidang jasa konstruksi. Serta adanya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan dan pengawasan konstruksi.

UU Jasa Konstruksi yang baru ditetapkan juga memberikan penegasan bersama mengenai mekanisme penyelesaian sengketa konstruksi sebagai ranah keperdataan.

Lalu terdapat penegasan atas kewenangan penuh pemerintah untuk melakukan pengawasan tertib penyelenggaraan, serta perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat pembangunan, termasuk penetapan standar remunerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi.

"Substansi lain yang diatur dalam UU Jasa Konstruksi adalah sertifikat kompetensi kerja, akreditasi asosiasi dan pemberian lisensi kepada lembaga sertifikasi profesi, serta kegagalan bangunan dan penilaian ahli," jelas dia.

Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis mengatakan RUU Jasa Konstruksi yang menjadi inisiatif DPR RI telah dibahas bersama pemerintah sejak 27 Februari 2016 dan pemerintah telah menyampaikan 905 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM).

Kemudian dilanjutkan dengan Rapat Panitia Kerja (Panja) dan Tim Perumus secara intensif serta menghasilkan rumusan yang disepakati bersama pemerintah.

"UU Jasa Konstruksi yang telah disahkan merupakan pengganti UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang terdiri dari 12 Bab dan 46 pasal. Sedangkan UU Jasa Konstruksi yang baru terdiri dari 14 bab dan 106 pasal," ‎tandas dia.

Sebagai informasi, beberapa substansi penting UU Jasa Konstruksi ini antara lain, pertama, adanya pembagian peran berupa tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi.

Kedua, menjamin terciptanya penyelenggaraan tertib usaha jasa konstruksi yang adil, sehat, dan terbuka melalui pola persaingan yang sehat. Ketiga, meningkatnya peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi melalui kemitraan dam sistem informasi, sebagai bagian dari pengawasan penyelenggaraan jasa konstruksi.

Keempat, lingkup pengaturan yang diperluas tidak hanya mengatur usaha jasa konstruksi melainkan mengatur rantai pasok sebagai pendukung jasa konstruksi dan usaha penyediaan bangunan.

Kelima, adanya perlindungan hukum terhadap upaya yang menghambat penyelenggaraan jasa konstruksi agar tidak menganggu proses pembangunan.

Keenam, perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia dalam bidang jasa konstruksi, termasuk pengaturan badan usaha asing yang bekerja di Indonesia, termasuk penetapan standar renumerasi minimal untuk tenaga kerja konstruksi. Ketujuh, adanya jaring pengaman terhadap investasi yang akan masuk di bidang jasa konstruksi. Kedelapan, mewujudkan jaminan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi yang sejalan dengan nilai-nilai keamanan, keselamatan, kesehatan, dan keberlanjutan (K4).