Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roslani berbeda pandangan dengan beberapa pengusaha yang mengeluhkan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen.
Rosan justru menganggap kenaikan UMP 2018 tersebut wajar dan masih masuk akal. Hal ini karena sudah ditetapkan sesuai dengan formulasi yang disepakati tahun lalu.
"Saya rasa itu sudah positif ya, sudah bagus, sesuai dengan formula yang sudah diberikan oleh pemerintah, dalam paket ekonomi, dan kita sudah memprediksi kenaikan itu. Jadi, kalau saya bisa sampaikan, saya bicara dengan banyak pengusaha, asosiasi, sesuai dengan harapan," kata Rosan di Jakarta Convention Centre (JCC), Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Dia juga sedikit membantah kenaikan UMP ini akan memberatkan di industri sektor ritel, yang saat ini banyak mengurangi gerainya bahkan ada yang gulung tikar.
"Enggak. Menurut saya sih oke kok. Karena kembali lagi itu pengusaha kalau dari jauh hari sudah bisa memprediksi sudah bisa mem-planning dan sudah enggak kaget lagi. Jadi, sudah sesuai budget," ujar dia.
Mengenai rencana buruh akan menggelar aksi turun ke jalan dalam rangka menolak kenaikan UMP tersebut, Rosan tidak mau ambil pusing.
Dia menuturkan, di negara berkembang seperti Indonesia, para pengusaha yang menanamkan investasinya di Indonesia, sudah memasukkan risiko demo tersebut dalam strategi bisnisnya, dan hal itu dianggap biasa.
Rosan justru menyoroti kebijakan pemerintah yang harus konsisten dalam mendukung investasi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
"Yang masih jadi kendala itu justru kebijakan dari pemerintah sendiri yang suka berubah ubah, kurang konsisten," ujar dia. (Yas)
Kemnaker Tetapkan Kenaikan UMP 2018 Sebesar 8,71 Persen
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen.
Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017, dengan Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.
Besaran kenaikan tersebut merupakan total penjumlahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi sesuai dengan formula kenaikan upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2018 bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai dengan Surat Kepala BPS RI Nomor B-188/BPS/1000/10/2017 tanggal 11 Oktober 2017," dikutip dari Surat Edaran Kemnekar yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu, 25 Oktober 2017.
Surat Kepala BPS tersebut menetapkan inflasi nasional sebesar 3,72 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sebesar 4,99 persen. Oleh karena itu, jika kedua komponen tersebut dijumlahkan menjadi sebesar 8,71 persen.
Adapun formula untuk menghitung besaran UMP 2018, yaitu besaran UMP 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara besaran UMP 2017 x (tingkat infasi + pertumbuhan ekonomi nasional). Hal tersebut sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 PP Nomor 78 Tahun 2015.
Dengan demikian, besaran UMP 2018 di masing-masing provinsi, yaitu UMP 2017 + (UMP 2017 x 8,71 persen). Sebagai contoh, untuk DKI Jakarta, kenaikan UMP-nya, yaitu besaran UMP 2017 Rp 3.355.750 x 8,71 persen, yaitu Rp 292.285. Dengan demikian, besaran UMP 2018 jika mengikuti PP Nomor 78 Tahun 2015, yaitu Rp 3.355.750 + Rp 292.285 yaitu Rp 3.648.035.
Advertisement