Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) membongkar modus ekspor mutiara air tawar dari China ke Indonesia, khususnya membanjiri Lombok dan Mataram. Salah satunya dengan mengelabui petugas Bea dan Cukai lewat pemalsuan kode HS (Harmonized System) yang berlaku dalam kegiatan ekspor impor barang.
Ketua Umum Asbumi, Anthony Tanios mengungkapkan, sebanyak 80 persen mutiara yang dijual di Lombok dan Mataram merupakan mutiara air tawar. Mutiara ini ternyata bukan berasal dari Indonesia, melainkan impor dari China.
"Mutiara air tawar dari China, impor masuk. Jadi hampir 80 persen mutiara yang di Lombok dan Mataram adalah mutiara air tawar," kata dia saat berbincang dengan wartawan saat Penutupan 7th Indonesia Pearl Festival, Jakarta, Minggu (12/11/2017). Modusnya, diakui Anthony, memanipulasi kode HS. Importir mencantumkan kode HS yang menunjukkan barang itu adalah manik-manik dari plastik, bukan mutiara air tawar yang masuk ke Indonesia.
Advertisement
"Jadi ada manipulasi kode HS. Dikatakan itu manik-manik plastik tapi faktanya mutiara air tawar. Karena saya pernah menanyakan Bea dan Cukai, tidak pernah ada impor mutiara, tapi banyaknya manik-manik. Berarti kan dipalsukan," tegasnya.
Saat ditanyakan lebih jauh alasan petugas Bea dan Cukai kebobolan atau kecolongan, Anthony mengaku tidak tahu menahu. Namun begitulah cara culas mereka supaya mutiara air tawar asal China ini masuk ke Tanah Air.
"Sebab China mau masuk ke negara lain, seperti Thailand, Filipina, Australia tidak boleh. Kan mereka produksi mutiara juga, jadi ke Indonesia deh. Nah tidak tahu kepada Bea Cukai bisa seperti itu (kebobolan)," paparnya.
Anthony meminta kepada pemerintah agar lebih memperketat pengawasan terhadap barang-barang impor yang masuk ke Indonesia, termasuk mutiara air tawar dari China. Ekstremnya, jika perlu melarang atau mengenakan pajak tinggi.
"Kita sudah minta diperketat, atau dilarang masuk, supaya menggairahkan pasar bisnis mutiara laut lokal. Barang kita jadi laku di pasar domestik, karena di negara-negara yang melarang impor mutiara air tawar, industri domestiknya bergairah," jelasnya.
Sayangnya, kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (KKP), Nilanto Perbowo, pemerintah belum melarang impor mutiara air tawar dari China. Dia tidak menyebut alasan pasti.
"Kalau impor mutiara air tawar memang masih terjadi, kita belum melarang, tapi kita akan perketat pengawasannya," ujarnya.
Belanja Mutiara Rp 20 Miliar
Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) memperkirakan target penjualan mutiara laut dalam acara Indonesia Pearl Festival (IPF) sekitar Rp 20 miliar‎ selama 7-12 November 2017 di Lippo Mall Kemang, Jakarta. Target tersebut naik tipis dibanding realisasi penyelenggaraan IPF ke-6 tahun lalu sebesar Rp 17 miliar dalam enam hari.
Ketua Panitia IPF ke-7, Yana Rifki ‎mengungkapkan, penyelenggaraan pameran mutiara ke-7 ini berlangsung selama enam hari. Diikuti oleh 36 booth atau stan mutiara, 9 stan penunjang, dan 5 stan Industri Kecil Menengah (IKM).
"Sejak 7-11 November atau kemarin, nilai transaksi penjualan mutiara di pameran ini sebesar Rp 2,19 miliar dan transaksi lelang mutiara sebesar Rp 711,33 juta. Ini nilai transaksi belum termasuk hari ini ya," kata Yana saat Penutupan IPF 2017 di Jakarta, Minggu (12/11/2017).
Sementara itu, Ketua Umum Asbumi, Anthony Tanios memperkirakan, total nilai transaksi penjualan mutiara selama enam hari sampai jam 10 malam ini mencapai sekitar Rp 20 miliar. Jumlah ini naik tipis dari capaian IPF sebelumnya senilai Rp 17 miliar.
"Perkiraan kami bisa Rp 20 miliar sampai penutupan hari ini, belum termasuk nilai lelang ya. Kan Rp 2,19 miliar itu transaksi kemarin. Banyak orang yang book dulu mutiara, dan baru hari ini terjadi transaksi, jadi bisa ‎Rp 20 miliar lebih dikit lah," tuturnya.
Menurut Anthony, kenaikan penjualan yang tipis ini karena kalangan menengah ke ‎atas lebih menahan belanja, sehingga terpengaruh ke perlambatan penjualan.
"Pasti ada pengaruh dari penahanan belanja dari masyarakat, ‎termasuk kelesuan pasar dunia. Ini kan semua ada masanya, masyarakat lagi susah, dan stagnansi ini sudah terjadi dari tahun lalu dan sampai sekarang masih ada efeknya. Sekarang agak tertolong karena konsumsi beralih dari mutiara air tawar ke mutiara laut Selatan," terangnya.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (KKP), Nilanto Perbowo mengatakan, ukuran diameter mutiara terbesar yang ada di pameran ini 18,6 milimeter (mm) untuk warna emas, dan warna putih berukuran 15,4 mm.
"Harganya satu butir Rp 100 juta. Mutiara tadi itu diusahakan dibesarkan di Indonesia. Karena mutiara ‎dari luar negeri sejatinya berasal dari Indonesia, seperti di Raja Ampat, Maluku, NTT, NTB. Untuk memberikan nilai tambah, kita harus lebih inovatif mendesain mutiara ini," jelasnya.
Advertisement