Liputan6.com, Riyadh - Dunia sempat dikejutkan beberapa waktu lalu saat Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz menangkap dan memecat sejumlah petinggi kerajaan. Sebanyak 11 pangeran Arab dan puluhan menteri ditahan karena tudingan melakukan praktik korupsi serta penyelewengan kekuasaan.
Praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan petinggi kerajaan itu ternyata memberikan kerugian yang tidak sedikit. Jaksa Agung Arab Saudi, Sheikh Saud Al Mojeb, mengestimasi negara telah dirugikan US$ 100 miliar atau Rp 1.353 triliun (asumsi kurs Rp 13.535 per dolar Amerika Serikat) akibat praktik KKN di lingkungan pejabat selama beberapa dekade.
Advertisement
Baca Juga
Lalu, apa sebenarnya praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan petinggi kerajaan tersebut?
Dilansir dari Washington Post, Senin (13/11/2017), ternyata praktik korupsi di kerajaan Arab Saudi tidaklah dilakukan dengan penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi, seperti jalan-jalan atau suap, tetapi pejabat-pejabat ini sering menggelembungkan nilai kontrak proyek tertentu.
Para pangeran Arab dan pejabat senior bisa tiba-tiba menjadi miliarder gara-gara kontrak yang nilainya dilipatgandakan berkali lipat. Tak jarang, kontrak itu malah hanya ada di atas kertas alias fiktif belaka.
Salah satu contohnya proyek pembangunan gorong-gorong besar-besaran di Jeddah. Kontraktor hanya menaruh penutup lubang got di seluruh kota, tapi tidak pernah ada pipa pembuangan di bawahnya.
Contoh lainnya adalah pembangunan bandara di lokasi yang tidak semestinya. Hanya agar pangeran yang memiliki tanah tersebut mendapatkan keuntungan besar.
Sementara terkait dengan pangeran dan miliarder Alwaleed Bin Tawal, pria ini disebut terlibat pencucian uang, suap, dan kerap memeras para pejabat.
Hal yang sama juga dilakukan oleh mantan menteri utama kerajaan dan kepala Garda Nasional, Pangeran Miteb. Pangeran satu ini diduga melakukan penggelapan dan memberikan kontrak pada perusahaannya sendiri senilai puluhan miliar dolar AS.
Simak video pilihan di bawah ini:
Sudah jadi rahasia umum
Jurnalis Amerika Serikat, Lawrence Wright pada 2004 menulis kasus itu di majalah New Yorker dengan judul "The Kingdom of Silence". Dalam tulisannya, Lawrence bercerita bahwa kasus ini sudah berlangsung cukup lama. Akan tetapi, yang mengejutkan, hampir semua pihak tutup mata akan hal ini termasuk media.
Jamal Ahmad Khashoggi jurnalis asal Arab Saudi yang menulis untuk Washington Post juga mengungkap hal yang sama. Ia memilih untuk tidak mengumbar hal itu karena terancam hukuman besar. Kritik adalah hal terlarang di negara Timur Tengah itu.
Khashoggi bahkan pernah dilarang tampil di TV dan menulis di media gara-gara mengkritik kebijakan Timur Tengah Presiden AS Donald Trump yang dikenal memiliki hubungan dekat dengan Riyadh.
"Saya sebagai editor salah satu koran besar saat itu bisa mengatakan bahwa kami semua memang mengetahuinya dan kami tidak pernah menulisnya," kata Khasoggi.
Sementara jurnalis Jean-Francois Seznec dari Atlantic Council, seperti dikutip dari Financial Times, mengatakan, operasi antikorupsi yang dimotori putra mahkota itu berhasil mengirimkan pesan pada keluarga kerajaan bahwa kekayaan dan hak istimewa mereka telah berakhir.
Bisnis tidak akan lagi berputar pada keluarga kerajaan dan orang-orang terdekatnya. Pengusaha muda akan memperoleh kesempatan untuk berkembang.
"Kekayaan dan hak istimewa mereka akan berakhir," ungkap Seznec.
Akan tetapi, lanjut Seznec, untuk bisa sepenuhnya merevolusi budaya ini akan butuh waktu lama. Apalagi sedikit sekali informasi yang dirilis ke publik mengenai nasib pangeran yang sudah ditangkap.
Advertisement
Total 208 orang yang ditahan
Melansir Associated Press, Jaksa Agung Arab Saudi Saud al-Mojeb dalam pernyataannya mengungkapkan 208 orang telah dipanggil untuk diselidiki sejak Sabtu malam. Berikutnya, tujuh orang dibebaskan tanpa dakwaan, sementara 201 lainnya masih ditahan.
Angka terbaru yang dirilis ini jauh lebih besar dibanding sebelumnya karena diduga penangkapan lanjutan telah dilakukan sepanjang pekan ini.
Penangkapan perdana sendiri dilakukan pada Sabtu malam waktu setempat terhadap 11 pangeran dan 38 pejabat serta pebisnis. Mereka ditahan di sejumlah hotel bintang lima di seluruh negeri, termasuk di the Ritz-Carlton Riyadh.
Kritikus dan pengamat menilai, aksi "bersih-bersih" atas nama kebijakan antikorupsi yang menargetkan para pangeran, pejabat, perwira militer, dan pengusaha ini adalah dalih untuk memperkuat posisi Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman.
Di antara mereka yang ditahan adalah miliarder Saudi yang mendunia, Pangeran Alwaleed bin Talal, dan dua putra mendiang Raja Abdullah.
Aksi "bersih-bersih" ini dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman yang ditunjuk oleh sang ayah, Raja Salman, sebagai kepala komite antikorupsi yang baru saja dibentuk.