Sukses

Bursa Asia Melemah Menanti Rilis Data Ekonomi China

Bursa Asia dipengaruhi investor yang masih menunggu tanda-tanda adanya kompromi mengenai kebijakan perpajakan AS.

Liputan6.com, Tokyo- Bursa Asia melemah seiring langkah investor yang masih menanti perkembangan reformasi pajak di Amerika Serikat (AS). Investor juga fokus pada data ekonomi China.

Melansir laman Reuters, Selasa (14/11/2017), indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,25 persen setelah membukukan penurunan di dua sesi, sementara Australia turun 0,9 persen.

Adapun indeks Nikkei Jepang turun 0,1 persen yang melanjutkan penurunan dalam empat sesinya.

Bursa Asia dipengaruhi investor yang masih menunggu tanda-tanda adanya kompromi mengenai kebijakan perpajakan AS, setelah Senat dari Partai Republik mengumumkan rencana pemotongan pajak perusahaan baru berlaku setahun kemudian, mundur dari rencana Dewan Perwakilan Rakyat.

Di Asia, hal yang menjadi sorotan utama adalah rilis data output industri China, penjualan ritel dan investasi perkotaan. Sementara Amerika Serikat merilis angka penjualan ritel.

Di pasar mata uang, sebagian besar masih stabil dengan nilai tukar Dolar hampir tidak berubah. Terhadap Yen, Dolar berada di posisi 94,495. Euro menguat 0,03 persen menjadi US$ 1,1668.

Adapun mata uang Pound Sterling berada di posisi US$ 1,3113, setelah jatuh sejauh US$ 1,3063 di tengah kekhawatiran Perdana Menteri Inggris Theresa May akan kehilangan pegangan pada kekuasaannya.

 

 

2 dari 2 halaman

Pembayaran Dividen Naik Bawa Wall Street Menguat

Wall Street menguat pada penutupan perdagangan Senin, terpicu penurunan tajam saham General Electric. Namun penurunan ini masih bisa diimbangi kenaikan pembayaran dividen pada beberapa sektor seperti konsumen dan utilitas.

Dow Jones Industrial Average naik 17,49 poin atau 0,07 persen menjadi 23.439,7. Sementara indeks S&P 500 menguat 2,54 poin atau 0,10 persen menjadi 2.584,84 dan Nasdaq Composite bertambah 6,66 poin atau 0,1 persen menjadi 6.757,60.

General Electric (GE.N) menurunkan pemberian dividen sebesar 50 persen dan mengurangi perkiraan keuntungannya. Ini seiring langkah perusahaan yang mengumumkan sebuah rencana mempersempit fokus usaha pada penerbangan, listrik dan perawatan kesehatan.

 Tercatat, saham konglomerat industri ini turun 7,2 persen menjadi US$ 19,02 setelah menyentuh level terendah dalam lima tahun di posisi US$ 18,75.

"Orang-orang di GE mungkin ingin mencari tempat yang lebih baik untuk menyimpan uang mereka," kata Kim Forrest, Analis Riset Ekuitas Senior di Fort Pitt Capital Group di Pittsburgh.

Namun di sisi lain, sektor Utilitas dan consumer berada di antara sektor-sektor dengan hasil dividen tertinggi pada indeks S P 500. Ini juga merupakan sektor dengan persentase persentase terbesar pada penutupan perdagangan di awal pekan ini.

Â