Liputan6.com, Jakarta - Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) untuk menyederhanakan penggolongan pelanggan listrik membuat masyarakat khawatir bisa membuat tagihan listrik naik. Namun hal itu dibantah oleh Kementerian ESDM dan PLN.
Fadjriyah langsung mengomel usai mendengar kabar bahwa pemerintah sedang menggodok aturan penyederhanaan golongan pelanggan listrik. Rencananya, pelanggan non subsidi golongan 900-4.400 Volt Ampere (VA) akan bergabung menjadi satu di 5.500 VA.
Ibu rumah tangga yang berdomisili di Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini tak setuju karena pengelompokan baru tersebut membuat beban pemakaian tidak terkontrol. Harusnya, lanjut dia, pemerintah menyosialisasikan gerakan hemat energi.
Advertisement
"Ini bisa menggerus pendapatan yang cuma segitu-gitu saja," jelas ibu muda berusia 32 tahun ini kepada Liputan6.com, Selasa (14/11/2017).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yanti. Ibu dua anak ini adalah golongan pelanggan rumah tangga 1.300 VA. Menurutnya, jika penggunaannya melebihi kapasitas maka listrik di rumahnya akan langsung mati. "Kalau nanti dinaikkan kita jadi tidak tahu pemakaian berlebih, tidak ada kontrol lagi," jelas Yanti.
Baca Juga
Ibu rumah tangga lainnya yaitu Haura Karniya juga menolak kebijakan tersebut. "Rumah dengan daya listrik 2.200 VA saja sudah mahal bayar listriknya apalagi nanti 5.500 VA,"ungkap Ibu satu anak ini.
Wanita berusia 38 tahun ini merasa tidak perlu menaikkan daya listriknya hingga 5.500 VA karena kebutuhan listrik keluarganya tidak sebesar itu.
Tak hanya para ibu rumah tangga, Serikat buruh pun ikut menolak rencana pemerintah tersebut. Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Azis mengatakan, kebijakan ini akan mendongkrak konsumsi listrik masyarakat menengah ke bawah. Akibatnya, biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar tagihan listrik juga semakin besar.
"Tentu kami dari buruh menolak. Ini volumenya kan dibesarkan, jadi tidak mungkin tarifnya disamakan dengan yang 1.300 VA," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT PLN (Persero) memang tengah menggodok penyederhanaan kelas golongan pelanggan listrik rumah tangga non-subsidi.
Penyederhanaan berlaku bagi pelanggan dengan golongan 900 VA tanpa subsidi, 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA. Semua golongan tersebut akan dinaikkan dan ditambah dayanya menjadi 5.500 VA.
Sementara untuk golongan di atas 5.500 VA hingga 12.600 VA dinaikkan dan ditambahkan dayanya menjadi 13.000 VA, dan golongan 13.000 VA ke atas dayanya akan di-loss stroom.
Dengan demikian ke depan golongan pelanggan listrik rumah tangga hanya akan terbagi dalam:
1. Pelanggan listrik dengan subsidi (450 VA dan 900 VA subsidi)
2. Pelanggan listrik non-subsidi 5.500 VA
3. Pelanggan listrik non-subsidi 13.000 VA
4. Pelanggan listrik non-subsidi 13.000 VA ke atas (loss stroom).
Kenaikan dan penambahan daya tersebut tidak akan berpengaruh pada pengeluaran biaya listrik masyarakat karena tidak akan dikenakan biaya apa pun, dan besaran tarif per kWh tidak akan berubah.
"Pemerintah berharap dengan penyederhanaan golongan pelanggan listrik tersebut, tenaga listrik lebih bisa diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.
Visi besar pemerintah dalam bidang kelistrikkan adalah menaikkan kapasitas listrik, pemerataan layanan listrik dengan target elektrifikasi nasional 97 persen hingga tahun 2019, dan keterjangkauan masyarakat dalam mengakses listrik.
Dengan begitu, masyarakat yang memiliki Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga akan diuntungkan dengan program ini. Hal itu karena selama ini UMKM rata-rata adalah pelanggan golongan 1.300 VA hingga 3.300 VA.
Selain itu, program penambahan dan pembangunan pembangkit listrik yang sedang dikerjakan oleh pemerintah juga akan bisa dinikmati secara langsung oleh masyarakat. Selama ini, keterbatasan daya listrik akibat pembatasan golongan mengakibatkan daya listrik lebih banyak dinikmati oleh dunia usaha besar dan pelanggan golongan industri saja.
Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Komunikasi, Hadi Djuraid menambahkan, tak ada alasan masyarakat atau pelanggan kawatir pendapatannya berkurang atau pengeluarannya naik akibat penyederhanaan golongan pelanggan rumah tangga ini, karena pelanggan tidak akan dikenakan biaya apa pun dan tarif listrik per kWh juga tetap, tidak naik.
"Kalau masih kawatir juga, boleh saja pelanggan tidak mengikuti program 100 persen gratis ini. Memilih tetap dengan daya yang sekarang boleh saja, tidak ada masalah," tutur dia.
Namun menurut Hadi, ada risiko jika tak ikut dalam program ini. "Kalau nanti pelanggan butuh naik daya karena ada hajatan, ada selamatan, atau punya usaha rumahan, mereka kena ongkos tambah daya," tutur dia
Direktur Utama PLN (Perero) Sofyan Basir juga memastikan bahwa meski daya bertambah, tagihan listrik tetap. Tidak ada kenaikan pada setiap hitungan per kilo Watt hour (kWh).
"Tidak ada kenaikan tarif dan kita upayanya nantikan ada rencana positif bagi kepentingan masyarakat," kata Sofyan.
PLN juga tidak memungut biaya ke pelanggan yang menambah daya listrik. Hal ini untuk meringankan masyarakat yang ingin menggunakan listrik dengan kapasitas lebih besar.
"Masyaraat yang ingin tambah daya mereka ingin tidak membayar. Kami lagi berhitung," ujar Sofyan.
Tak ada kontrol
Mendengar rencana tersebut, Harian Yayasan Lembaga Konsumen (YLKI) pun langsung bereaksi. Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengaku khawatir jika penghilangan golongan 1.300, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA menjadi 5.500 VA membuat pelanggan listrik tak bisa mengontrol pemakaian listrik.
Kondisi ini kemudian membuat pemakaian listrik di masyarakat jebol dan berdampak pada kenaikan tarif listrik yang harus dibayar konsumen.
"Konsumen nanti akan semakin konsumtif listrik karena tidak bisa mengontrol pemakaiannya, karena daya sudah tinggi. Tahu-tahu tagihannya jebol," ujar dia kepada Liputan6.com.
Tulus mengakui jika selama ini sistem tarif listrik di Indonesia terlalu rumit dan njlimet. Jadi penyederhanaan sistem pentarifan bisa menjadi salah satu jalan mengatasinya.
Akan tetapi, Tulus meragukan penghapusan tiga golongan pelanggan listrik tersebut tidak akan berdampak pada kenaikan tarif atau tagihan listrik.
Anggota Komisi VII DPR Rofi Munawar juga sependapat dengan YLKI. Menurutnya, kebijakan tersebut akan memberatkan sebagian besar konsumen rumah tangga. Lantaran tarif listrik akan diseragamkan.
"Penyeragaman tarif dilakukan bersamaan dengan kenaikan tarif yang telah dijalankan oleh PLN setiap triwulan di tahun 2017. Bisa dibayangkan bagaimana beratnya konsumen menerima kebijakan ini." kata Rofi.
Saat ini golongan 900 VA rumah tangga mampu atau nonsubsidi membayar listrik Rp 1.352 per kWh. Sedangkan golongan 1.300 dan 2.200 per KWh membayar listrik Rp 1.467 per KWh.
Meski Pemerintah beralasan kenaikan ini selisihnya relatif kecil antar golongan, namun sudah dipastikan akan menambah konsumsi rutin.
"Skema ini dilakukan untuk memaksa pelanggan menaikkan daya ke 1.300 VA dan 2.200 VA. Dengan kenaikan tersebut pelanggan dipaksa juga agar lebih efisien terhadap penggunaan listrik." tutur dia.
Rofi menuturkan, langkah penyeragaman tarif sesungguhnya menunjukan kinerja PT PLN tidak efisien. Masalah utama skema ini pada akhirnya justru pada kemampuan elektrifikasi dari PLN. Hal itu karena ruang penggunaan listrik akan lebih besar, daya pasang tersambung harusnya lebih besar lagi.
"Ironisnya saat ini PLN saja sering tidak mampu memenuhi daya pasang tersambung, kondisi listrik sering 'byarr pett'. Di sisi lain masyarakat belum terlatih dengan cara-cara untuk menghemat listrik," ujar dia.
Setali tiga uang, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, rencana tersebut sangat tidak tepat jika dilaksanakan pada saat ini. Sebab, dengan adanya penyederhanaan atau penggabungan golongan pelanggan, secara otomatis akan memicu konsumsi listrik rumah tangga semakin besar.
"Saya kira kebijakan itu tidak tepat dengan kondisi ekonomi seperti sekarang. Karena logikanya kalau dayanya naik, otomatis konsumsi listrik secara umum akan naik. Dan itu tidak langsung berpengaruh pada produktivitas, apalagi penggunaan listriknya lebih mengarah ke konsumtif," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Meskipun pemerintah berjanji tidak akan menaikkan tarif listrik, jika konsumsinya meningkat akibat golongan listriknya dinaikkan, maka masyarakat mau tidak mau harus membayar listrik lebih mahal. Hal ini pada ujungnya justru akan semakin menekan daya beli masyarakat yang tengah lesu.
"Ini justru memberatkan pengeluaran masyarakat untuk kebutuhan listrik. Dampaknya akan ke daya beli dan UMKM, mereka tidak punya disposable income untuk belanja barang lebih banyak," kata dia.
Bhima menyatakan, jika kebijakan ini jadi diterapkan, daya beli masyarakat bisa saja terus melorot hingga di bawah 4 persen. Padahal dari data Badan Pusat Statistik (BPS), kuartal III 2017 saja sudah terjadi penurunan daya beli menjadi 4,93 persen dari 4,94 persen pada kuartal II 2017.
Advertisement
Jaminan tak naik
Kementerian ESDM pun membantah segala dampak negatif dari penyederhanaan tarif tersebut. Dadan mengatakan, penyederhanaan golongan yang berujung pada penambahan daya listrik tersebut bertujuan untuk membuat masyarakat lebih leluasa menggunakan perangkat elektronik, karena batasnya semakin lebar.
"Ini kan masyarakat sebetulnya mendapatkan manfaat untuk mendapatkan listrik sesuai kebutuhannya," kata Dadan.
Dadan pun menjamin, tidak ada kenaikan tarif listrik atas penambahan daya. PLN juga akan menanggung biaya penambahan daya listrik.
"Akan ada proses-proses seperti itu, tidak akan ada perubahan harga baik itu di tarif tenaga listrik. Nanti PLN akan menanggung biaya untuk proses perubahan golongan tarif ini," imbuhnya
Menurut Dadan, pemerintah akan meminta persetujuan mesyarakat, melalui polling yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Jika masyarakat tidak setuju maka pemerintah akan membatalkan rencana tersebut.
"Kalau masyarakat ini tidak setuju, tentunya kebijakan ini juga tidak perlu dijalankan. Tapi di luar itu kami kan juga akan menjelaskan apa manfaatnya untuk masyarakat," tegas Dadan.
PLN memastikan biaya dasar tagihan (abodemen) listrik tidak berubah, meski ada penambahan daya listrik seiring kebijakan penghapusan golongan pelanggan listrik.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, PLN tidak akan menaikkan abodemen untuk pelanggan listrik, yang masih menggunakan skema pembayaran listrik pascabayar.
"Enggak (ada kenaikan) kita samain saja, jadi bebas," kata Sofyan.
PLN tidak akan memberatkan masyarakat seiring kebijakan penambahan daya untuk golongan rumah tangga tersebut.
PLN juga tidak memungut biaya untuk penambahan daya. "Setiap pelanggan prabayar dan pascabayar gratis," kata dia.
Sofyan melanjutkan, selain biaya abodemen, PLN juga tidak mengubah tarif listrik yang berlaku saat ini. Artinya tidak ada kenaikan pada setiap hitungan penggunaan listrik per kWh.
"Tidak ada kenaikan tarif dan kita upayanya nantikan ada rencana positif bagi kepentingan masyarakat," dia menuturkan.