Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) telah melakukan perjanjian jual beli listrik atau Power Purchase Agreement (PPA) dari pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan total kapasitas 1.189 Mega Watt (MW) sepanjang 2017. Pembelian ini merupakan rekor pembelian terbesar dan menjadi sejarah selama perusahaan tersebut berdiri.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan, PLN telah tiga kali melakukan menandatangani perjanjian jual beli listrik sepanjang 2017.
Pertama pada 2 Agustus 2017 dengan kapasitas mencapai 257,17 MW. Kesepakatan kedua pada 8 September 2017 dengan total kapasitas 291,4 MW, sedangkan penandatanganan ketiga dengan kapasitas 640,65 MW.
Advertisement
Baca Juga
"Jadi totalnya lebih dari 1.000 MW, atau tepatnya di angka 1.189 MW. Saya ini kalau listrik dari EBT hafal satu-satu," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (16/11/2017).
Jonan mengungkapkan, total 1.189 MW listrik yang telah dibeli oleh PLN tersebut berasal dari 69 pembangkit listrik dari EBT. Hal ini belum pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Dalam tiga tahun terakhir saja, Power Purchase Agreement yang ditandatangani PLN dengan pengembang listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) tidak mencapai 50 pembangkit EBT.
"Tiga tahun sebelumnya atau pada 2014, 2015 dan 2016 total yang ditandatangani tidak sampai 50 pembangkit listrik," tutur Jonan.
Menurut Direktur Utama PLN Sofyan Basir, Power Purchase Agreement pada tahun ini dari pembangkit EBT sebesar 1.189 MW adalah sejarah. Pasalnya, selama PLN berdiri belum pernah ada PPA dari pembangkit Energi Baru Terbarukan sebesar angka tersebut.
"Ini belum pernah terjadi sampai akhir tahun hampir dua ribu MW, belum pernah terjadi selma PLN berdiri pada Energi Baru Terbarukan ini," ucap Sofyan.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Minta bantuan China
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan ingin investor China mengembangkan Energi Baru Terbarukan di Indonesia. Hal ini untuk mendorong capaian target EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen pada 2025.
Jonan mengatakan, saat ini dunia telah berubah dan aspek lingkungan harus menjadi prioritas. Karena itu, perlu dilakukan pengembangan EBT yang ramah lingkungan.
"Kami menyadari bahwa dunia sudah berubah, terutama aspek lingkungan hidup," kata Jonan pada Senin lalu.
Jonan mengungkapkan, dalam forum energi Indonesia-China diharapkan muncul kerja sama untuk pengembangan EBT, khususnya pembangkit listrik dengan sumber energi EBT.
"Oleh karena itu, pemerintah Indonesia menyambut baik apabila ada studi dan kerja sama di bidang EBT, juga kerja sama listrik di bidang EBT," tutur dia.
Jonan menuturkan, investor asal Eropa, Amerika dan Jepang aktif mengembangkan energi baru terbarukan. Sedangkan investor dari China belum terlalu besar.
Oleh karena itu, dia mendorong investor China ikut menggarapnya, agar target porsi EBT dalam bauran energi sebesar 23 persen tercapai pada 2025.
"Terus terang saya setahun terakhir ini tidak melihat aktivitas besar perusahaan China di bidang EBT. Kebanyakan negara Eropa, Amerika dan Jepang. Nah, oleh karena itu, kami sangat mendorong," tutur Jonan.
Advertisement