Sukses

Pangeran Arab Saudi Harus Serahkan Hartanya Bila Ingin Bebas?

Pemerintah Arab Saudi menangkap 11 pangeran, empat menteri yang kala itu masih menjabat dan belasan eks anggota kabinet pemerintahan.

Liputan6.com, Jakarta Para pangeran dan pengusaha yang ditahan pemerintah Arab Saudi terkait tuduhan korupsi dikabarkan mendapatkan tawaran untuk menyerahkan sebagian besar kekayaannya agar mereka bisa bebas.

Mengutip laman Newsweek.com, Sabtu (18/11/2017), pihak berwenang membuat kesepakatan dengan beberapa dari pangeran dan pengusaha yang ditahan tersebut terkait kebebasannya.

Mengutip sumber Reuters, sedikitnya satu pengusaha telah menandatangani kesepakatan tersebut yang kemudian menarik uangnya dari bank.

Bagi beberapa pejabat, kesepakatan yang ditawarkan, sebesar 70 persen dari kekayaan atau aset mereka. Ini sesuai dengan alokasi dana yang mereka raup dari negara terkait aksi korupsi.

"Sebagian besar dari mereka di Ritz bersedia membayar," ungkap seorang penasihat keuangan yang dekat dengan salah satu pengusaha yang ditahan kepada Financial Times.

"Ambil uang itu dan Anda akan pulang," dia menambahkan.

Pada 4 November 2017, Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), lewat wewenang lembaga antikorupsi yang dipimpinnya, menciduk belasan figur penting di dalam monarki dan pemerintahan Saudi. Atas nama memerangi rasuah melandasi sang pangeran menangkap mereka.

Tak main-main, sekali ciduk, MBS menjaring 11 pangeran, empat menteri yang kala itu masih menjabat dan belasan eks anggota kabinet pemerintahan.

 

Simak video pilihan di bawah ini:

 

 

 

2 dari 2 halaman

Proyek Mewah Fiktif yang Bikin Pangeran Arab Terjerat Korupsi

Dunia sempat dikejutkan beberapa waktu lalu saat Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz menangkap dan memecat sejumlah petinggi kerajaan. Sebanyak 11 pangeran Arab dan puluhan menteri ditahan karena tudingan melakukan praktik korupsi serta penyelewengan kekuasaan.

Praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan petinggi kerajaan itu ternyata memberikan kerugian yang tidak sedikit. Jaksa Agung Arab Saudi, Sheikh Saud Al Mojeb, mengestimasi negara telah dirugikan US$ 100 miliar atau Rp 1.353 triliun (asumsi kurs Rp 13.535 per dolar Amerika Serikat) akibat praktik KKN di lingkungan pejabat selama beberapa dekade.

Lalu, apa sebenarnya praktik korupsi yang dilakukan oleh pejabat dan petinggi kerajaan tersebut?

Dilansir dari Washington Post, Senin (13/11/2017), ternyata praktik korupsi di kerajaan Arab Saudi tidaklah dilakukan dengan penyelewengan uang negara untuk kepentingan pribadi, seperti jalan-jalan atau suap, tetapi pejabat-pejabat ini sering menggelembungkan nilai kontrak proyek tertentu.

Para pangeran Arab dan pejabat senior bisa tiba-tiba menjadi miliarder gara-gara kontrak yang nilainya dilipatgandakan berkali lipat. Tak jarang, kontrak itu malah hanya ada di atas kertas alias fiktif belaka.

Salah satu contohnya proyek pembangunan gorong-gorong besar-besaran di Jeddah. Kontraktor hanya menaruh penutup lubang got di seluruh kota, tapi tidak pernah ada pipa pembuangan di bawahnya.

Contoh lainnya adalah pembangunan bandara di lokasi yang tidak semestinya. Hanya agar pangeran yang memiliki tanah tersebut mendapatkan keuntungan besar.

Sementara terkait dengan pangeran dan miliarder Alwaleed Bin Tawal, pria ini disebut terlibat pencucian uang, suap, dan kerap memeras para pejabat.

Hal yang sama juga dilakukan oleh mantan menteri utama kerajaan dan kepala Garda Nasional, Pangeran Miteb. Pangeran satu ini diduga melakukan penggelapan dan memberikan kontrak pada perusahaannya sendiri senilai puluhan miliar dolar AS.

Â