Liputan6.com, Cikokol - Pendiri sekaligus pemilik jaringan ritel Alfamart, Djoko Susanto mengklaim telah melaporkan seluruh hartanya di Surat Pernyataan Harta (SPH) pada program pengampunan pajak (tax amnesty) pada akhir September 2016.
Dengan demikian, dia merasa tak perlu takut dengan sanksi yang mengintai bagi peserta tax amnesty sebesar 200 persen.
Baca Juga
"Kami kan perusahaan Tbk, dari awal semua clear (jelas), semua harta sudah dilaporkan di SPH tax amnesty. Jadi tidak perlu pembetulan (SPT Pajak)," tegas Djoko usai acara Kemitraan Warung Tradisional dan Alfamart di kantor pusat Alfamart, Cikokol, Tangerang, Sabtu (18/11/2017).
Advertisement
Salah satu orang terkaya di Indonesia versi Forbes ini pun mengaku bukan merupakan salah satu dari peserta tax amnesty yang mengeluhkan kesulitan mengurus Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan (SKB PPh) balik nama harta dari atas nama orang lain menjadi Wajib Pajak (WP) sebenarnya.
"Tidak ada kesulitan. Pokoknya semua sudah ikut tax amnesty, termasuk anak-anak. Dari awal, kita semua clear ikut," tegas Djoko.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati mengimbau kepada WP yang sudah ikut program tax amnesty dan belum melaporkan harta seluruhnya dalam SPH untuk segera mengungkapnya di Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan (PPh). Pasalnya, ada sanksi 200 persen bagi WP yang tidak patuh.
"Kalau masih ada rumah atau tanah yang tidak masuk di tax amnesty lalu, segera masukkan ke SPT Masa PPh," kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Kesempatan ini diberikan Sri Mulyani dan diatur dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak.
"Kalau segera masuk ke SPT Masa PPh, maka mereka yang memasukkan hartanya, hanya dikenakan tarif normal biasa, bukan termasuk harta yang ditemukan Ditjen Pajak dan dikenakan sanksi," ujarnya.
Tarif PPh normal sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan, sepanjang Ditjen Pajak belum melakukan pemeriksaan.
Adapun besaran tarif PPh untuk WP Orang Pribadi sebesar 30 persen, Badan Usaha sebesar 25 persen, dan WP tertentu dikenakan tarif 12,5 persen.
Pengajuan bebas PPh Balik Nama Harta
Menurut Sri Mulyani, dari 34 ribu WP atau peserta tax amnesty yang mengajukan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pengalihan harta dari Nominee ke pemilik sebenarnya, sebanyak 20 persen atau 6.800 WP ditolak karena berbagai alasan. Salah satunya bukan harta tambahan yang mencapai 9 persen atau sebanyak 612 orang.
"Permohonan SKB yang ditolak alasannya karena harta yang disampaikan untuk mendapatkan fasilitas bebas PPh balik nama harta berbeda dengan harta yang dideklarasikan di program tax amnesty. Mungkin mereka lupa," paparnya,
Sri Mulyani menegaskan, ini adalah kesempatan yang diberikan pemerintah dalam rangka memperbaiki kepatuhan WP. Dia meminta WP menyampaikan seluruh hartanya di SPT sehingga tidak menjadi harta temuan Ditjen Pajak yang akan dikenakan sanksi.
"Ini semacam kesempatan lagi bagi WP. UU Tax Amnesty tidak ada expire date-nya, jadi sampai Indonesia berdiri, kalau ada harta WP yang tidak dideklarasikan akan terkena sanksi," ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (Humas) Ditjen Pajak, Hestu Yoga Saksama mengungkapkan, apabila Ditjen Pajak menemukan harta yang belum dideklarasikan peserta tax amnesty di SPH, maka akan dianggap sebagai tambahan penghasilan. Dendanya tak main-main sebesar 200 persen.
"Yang ikut tax amnesty dalam UU tidak memberikan batasan sampai kapan Ditjen Pajak menemukan data. Kalau ketahun yang harta ini belum diikutkan tax amnesty, kami tetapkan tarif PPh yang berlaku plus sanksinya 200 persen," pungkasnya.
Advertisement