Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) optimistis untuk tidak mengutak-atik postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 2.220,7 triliun pada tahun depan. Alasannya, pemerintah tidak ingin menimbulkan ketidakpastian dari perubahan APBN pada tahun politik.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Suahasil Nazara menegaskan, kebijakan fiskal pemerintah diarahkan pada kualitas anggaran yang lebih baik. Target pendapatan negara dan hibah pada 2018 sebesar Rp 1.894,7 triliun dengan belanja negara Rp 2.220,7 triliun. Defisit anggaran dipatok Rp 325,9 triliun atau 2,19 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Kami tetap menjalankan bujet sesuai angka yang ada, tidak harus bongkar pasang meski ada risiko penerimaan. Kita upayakan 2018 tanpa revisi APBN. Bujet ini dipakai menjadi guidance dalam setahun ke depan," kata Suahasil di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Komitmen ini dipilih pemerintah karena perekonomian Indonesia tahun depan akan dihadapkan pada kondisi non-ekonomi, yakni pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Kemudian disusul dengan pesta demokrasi yang lebih besar, yaitu Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
"Jumlah pemilih yang akan ikut pilkada lebih dari tiga perempat yang akan ikut pilpres, jadi bisa dibayangkan ini pilkada rasa pilpres. Dalam situasi kondisi politik yang akan menghangat, kami pastikan jangan ada ketidakpastian yang berasal dari APBN," dia menerangkan.
Pemerintah harus memastikan seluruh pihak, termasuk dunia usaha target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen dapat tercapai pada 2018, termasuk realisasi anggarannya.
"Defisit kami tekan, target belanja dan penerimaan pajak dipasang angka yang bisa dicapai sehingga tidak menjadi sumber ketidakpastian," tutur dia.
Dengan demikian, Suahasil memastikan, APBN 2018 bukan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi yang terlalu besar. Pemerintah berharap dari pertumbuhan konsumsi, investasi, dan net ekspor yang mulai naik didasari konfiden perekonomian, konfiden anggaran yang akan dijalankan pemerintah dapat sesuai target yang ditetapkan, serta penyaluran subsidi tepat sasaran.
Pemerintah tetap mengalokasikan anggaran untuk pembangunan infrastruktur, mengurangi kesenjangan, menaikkan penerima Program Keluarga Harapan (PKH) dari 6 juta menjadi 10 juta penerima, dan lainnya.
"Diharapkan upaya pemerintah dapat membuat confidence di sektor usaha untuk terus memacu kegiatan usaha. Tahun depan ada pilkada dan dilanjut pilpres diyakini berjalan baik," kata Suahasil.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Anak Buah Sri Mulyani Pede Tak Akan Bongkar Pasang APBN 2018
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Keuangan optimistis akan menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 secara konsisten. Artinya tidak ada akan ada perubahan APBN tahun depan meski diperkirakan asumsi kurs rupiah dan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) meleset dari target.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan, arah kebijakan pemerintah adalah mendesain anggaran lebih baik dan berkualitas. Pemerintah mematok asumsi ekonomi makro maupun APBN yang dapat dipertanggungjawabkan.
Di antaranya, pertumbuhan ekonomi 5,4 persen, inflasi tahun depan ditargetkan 3,5 persen, nilai tukar rupiah Rp 13.400 per dolar Amerika Serikat (AS), dan ICP sebesar US$ 48 per barel. "Untuk pertumbuhan ekonomi, targetnya 5,4 persen. Tapi International Moneter Fund (IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh 5,3 persen. Inflasi pun berkisar 3,5 persen atau lebih rendah dibanding realisasi inflasi pada tahun-tahun sebelumnya yang sekitar 7-8 persen," ujar Suahasil dalam acara Asian Insight Conference 2017 DBS di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Sementara untuk proyeksi nilai tukar rupiah dalam APBN 2018, diakuinya terlalu kuat dengan memasang Rp 13.400 per dolar AS. Pasalnya, realisasi kurs mata uang Garuda akhir-akhir ini terdepresiasi di kisaran Rp 13.500 per dolar AS.
"Ini akan menjadi risiko, jadi tahun depan kita akan mulai dengan kurs rupiah Rp 13.500 per dolar AS. Jadi, asumsi untuk bujet ini akan lebih lemah. Tapi kalau lebih lemah realisasi kursnya dibanding asumsi, bujet (APBN) masih aman dan tidak akan kena dampak terlalu besar," dia menjelaskan.
Senasib, Suahasil menuturkan, ICP saat ini sudah bergerak naik berkisar US$ 51-52 per barel. Lebih tinggi dibanding target APBN 2018 yang dipatok US$ 48 per barel. "Kenaikan US$ 1 pada ICP maka ke bujet akan bertambah Rp 1 triliun. Artinya dampak ke APBN masih positif meski ICP naik, jadi bujet masih aman," ujarnya.
Advertisement