Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah membentuk induk usaha (holding) di sektor pertambangan. Dalam holding ini PT Timah Tbk (TINS), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) akan menjadi anak usaha dari PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum).
Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, perusahaan telah memiliki peta jalan menuju perusahaan kelas dunia. Peta jalan tersebut terbagi dalam tiga sasaran yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang.
Untuk sasaran jangka pendek, holding BUMN ini akan menyatukan visi dan melakukan sinergi untuk menciptakan efisiensi. Selain itu Inalum juga akan meningkatkan kapasitas finansial dan akses pendanaan.
Advertisement
Baca Juga
Karena dalam holding terdapat berbagai produk dari penggabungan beberapa perusahaan, Inalum juga akan melakukan diversifikasi produk. Tak ketinggalan, Budi melanjutkan, Inalum akan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan kelasÂ
Sedangkan untuk sasaran jangka menengah, Budi akan membawa Inalum melakukan akuisisi dan eksplorasi tambang. Tak ketinggalan, integrasi juga akan dijalankan.
Sedangkan jangka panjang, Budi menargetkan Inalum bisa menjadi perusahaan kelas dunia. "Revenue Inalum diproyeksikan pada tahun 2025 akan mencapai US$ 22 miliar," kata Budi saat bertemu dengan pimpinan redaksi seperti ditulis Rabu (22/11/2017). Budi juga menargetkan Inalum bisa masuk dalam deretan Fortune Global 500.
Dia melanjutkan, strategi utama holding ke depan adalah hilirisasi. Dengan hilirisasi maka selain meningkatkan nilai tambah secara cepat juga bisa bermanfaat sebagai hedging atau lindung nilai terhadap fluktuasi harga komoditas.
Misalnya, target hilirisasi Bukit Asam adalah memiliki perusahaan pembangkit listrik batu bara. Dengan begitu, lanjutnya, ketika harga batu bara anjlok maka perusahaan listrik bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Sehingga peningkatam revenue diperusahaan listrik bisa menutupi penurunan laba di perusahaan batu bara.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tak kurangi kewenangan BUMN
Sebelumnya, Mantan Sekretaris Menteri BUMN Said Didu menjelaskan, banyak pihak menyatakan bahwa pembentukan holding seakan sebagai upaya untuk menghindari pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap BUMN. Menurutnya, pendapat tersebut kurang tepat karena pengawasan DPR dapat dilakukan seluruh BUMN dan anak perusahaan. "Bahkan ke swasta pun bisa melakukan pengawasan," jelas dia.
Sejauh ini tidak sedikit perusahaan swasta seperti Freeport dan lainnya biasa dipanggil oleh DPR. Pada dasarnya pengawasan ke BUMN dan anak atau cucu atau cicit perusahaan oleh DPR semua dapat dilakukan melalui kementerian BUMN sebagai mintra kerja DPR.
Ia melanjutkan, banyak juga yang berpendapat bahwa perubahan BUMN menjadi anak perusahaan dan tidak lagi sebagai persero akan menjadikan PTBA, Antam, Timah seakan tidak lagi tunduk pada aturan BUMN.
"Pendapat ini juga kurang tepat karena dalam anak perusahaan tersebut terdapat saham merah putih yang dimiliki langsung pemerintah yang memiliki hak veto terhadap keputusan RUPS sehingga sebenarnya walau berubah status menjadi anak perusahaan pengelolannya tetap sama seperti BUMN," lanjut dia.
Selain itu, pendapat bahwa diubahnya status BUMN Persero menjadi anak perusahaan BUMN maka penjualan aset atau privatisasi tidak lagi memerlukan persetujuan DPR.
Pendapat tersebut juga disebut oleh Said Didu tidak tepat. Alasannya, dalam penjelasan butir kedua Undang-Undang Keuangan Negara bahwa apabila terdapat saham pemerintah dalam perusahaan apapun baik swasta, asing, apalagi saham di BUMN makan jika pemerintah mau menjual saham dalam perusahaan tersebut maka harus persetujuan DPR.
Advertisement