Liputan6.com, Jakarta - DPR RI meminta PT Pertamina (Persero)‎ untuk kembali menggenjot kinerjanya. Sebab, perusahaan plat merah tersebut merupakan salah satu BUMN penyumbang terbesar bagi pendapatan negara.
Anggota Komisi VI DPR Ihsan Yunus menyatakan, sebagai perusahaan besar, Pertamina harusnya bisa menunjukkan kinerja yang terus meningkat tiap tahun. Namun sayangnya, dalam laporan beberapa waktu lalu, Pertamina memiliki potensi kehilangan pendapatan hingga Rp 19 triliun pada periode Januari-September 2017.
‎"Pertamina sebagai BUMN yang menurut saya paling strategis dan menopang perekonomian kita. Harusnya bekerja profesional," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, Pertamina sebagai BUMN perminyakan merupakan tulang punggung pendapatan negara. "Untuk itu Pertamina harus fokus karena mereka harus bisa jadi agent of development," kata dia.
Sementara itu Anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih menyatakan potensi kehilangan pendapatan yang dialami Pertamina harus segera ditelusuri. Hal ini agar program-program pemerintah yang tengah dijalankan oleh Pertamina tidak terhambat akibat persoalan ini.
"Harus melakukan audit forensik. Ini kan cukup besar," ungkap dia.
Sedangkan terkait dengan program BBM Satu Harga tersebut, meski telah dilaksanakan di sejumlah titik, namun masih harus perlu adanya perbaikan. Sebab menurut Eni program ini belum menyentuh seluruh masyarakat yang tinggal pada wilayah pelosok di timur Indonesia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kehilangan pendapatan
Diberitakan sebelumnya, PT Pertamina (Persero) kehilangan potensi pendapatan sebesar US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 19 triliun hingga kuartal III 2017. Penyebabnya kenaikan harga minyak dunia yang tidak diimbangi dengan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi penugasan dari pemerintah.
Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengatakan, ‎dalam sembilan bulan terakhir harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) ‎naik sebesar 30 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 37,88 per barel.
Dari kenaikan ini, Pertamina sebenarnya berharap ada kebijakan penyesuaian harga BBM. "Harga ICP itu rata rata sembilan bulan di 2016 itu hampir US$ 38, US$ 37,88. Rata-rata sembilan bulan di tahun ini naik 30 persen, rata rata memang naik. Tentu harga naik ini tentunya kita berharap ada penyesuaian harga per tiga bulan," ujar dia di kawasan Thamrin, Jakarta.
Jika harga BBM tersebut dinaikkan, pendapatan yang diterima hingga kuartal III diperkirakan akan mencapai US$ 32,8 miliar. Namun, karena tidak ada penyesuaian, maka pendapatan Pertamina tercatat hanya sebesar Rp 31,38 miliar.
"Hampir US$ 1,5 miliar (selisih). Dikalikan Rp 13 ribu maka hampir Rp 19 triliun. Jadi, kita kekurangan revenue karena harga enggak disesuaikan," kata dia.
Meski demikian, pendapatan yang diraih Pertamina di kuartal III 2017 ini tetap lebih tinggi jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar US$ 26,62 miliar.
Namun, laba bersih Pertamina hingga kuartal III tahun ini turun dibandingkan periode yang sama pada 2016. Hingga September 2017, perusahaan pelat‎ merah tersebut hanya meraih laba bersih US$ 1,99 miliar, dari sebelumnya US$ 2,83 miliar.
"Walaupun tanpa laba, kita bisa mencatatkan laba US$ 2,83 miliar (kuartal III 2016). Cost kita naik 30 persen, bahan baku naik, maka kenaikannya hampir 27 persen. Angka EBITDA juga turun (dari US$ 6,23 miliar menjadi US$ 4,88 miliar)," jelas dia.
Advertisement