Sukses

KAI Masih Berhitung Belanja Modal LRT Jabodebek

Terkait pembiayaan LRT Jabodebek, KAI akan mengandalkan penyertaan modal negara (PMN) dengan total Rp 7,6 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - PT KAI (Persero) masih berhitung besaran belanja modal atau capital expenditure (capex) untuk proyek light rail transit (LRT) Jabodebek. Besaran belanja modal tersebut masih dalam finalisasi. Usai penetapan belanja modal, selanjutnya penyelesaian pinjaman (financial close) ditargetkan pada Desember mendatang.

"Kita rencana financial close di minggu kedua atau minggu ketiga di Desember," ucap Direktur Keuangan KAI Didiek Hartantyo di Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Belanja modal untuk LRT Jabodebek kemungkinan membengkak dari rencana semula. Pasalnya, ada rencana penambahan stasiun dan perubahan sinyal kereta menjadi moving block.

"Mengenai kondisi saat ini kita masih mematangkan besaran nilai capex dari pada LRT ini, karena ternyata dalam perkembangannya ada penambahan ada beberapa usulan penambahan stasiun, lalu sistem operasi dari fix block jadi moving block. Ada penambahan porsi capex, tapi ini masih dalam pembahasan para pemangku kepentingan," ucap dia.

Terkait pembiayaan LRT Jabodebek, dia menjelaskan KAI akan mengandalkan penyertaan modal negara (PMN) dengan total Rp 7,6 triliun. PMN tersebut berasal dari relokasi kereta Trans Sumatera Rp 2 triliun, PMN 2017 sebesar Rp 2 triliun. Serta, PMN tahun 2018 sebesar Rp 3,6 triliun. Pendanaan lainnya akan diperoleh dari sindikasi perbankan.

Didiek menambahkan, total PMN tersebut diperkirakan hanya memenuhi seperempat kebutuhan proyek LRT Jabodebek.

"Tahun depan (PMN) Rp 3,6 triliun sudah masuk dalam format APBN. Sisanya kebutuhannya kita sedang buat sindikasi perbankan di mana kebutuhannya cukup besar. Jadi kalau kita ibaratkan Rp 7,6 triliun itu merupakan 25 persen dari porsi kebutuhan, teman-teman bisa menduga sendiri kira-kira kebutuhan berapa," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan kebutuhan dana untuk proyek LRT meningkat hingga Rp 31 triliun. Padahal, proyek ini ditaksir memakan biaya sekitar Rp 27 triliun.

Menurut Didiek, angka itu belum final. Namun, dia memastikan angkanya tak lebih besar dari itu."Belum final, kalau lebih besar enggak kita coba lakukan beberapa efisiensi," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Financial closed

Sebelumnya, Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur Emma Sri Martini mengungkapkan, financial close ditargetkan pada Desember 2017. Saat ini, pihaknya sedang berusaha menjaring pihak penyedia pinjaman untuk bersedia melakukan financial closing pada waktu yang ditargetkan.

"Kita selesaikan semuanyalah, targetnya Desember ini bisa financial closing. Makanya kita menjaring semua pihak agar bisa financial closing," kata Emma, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, Rabu (1/11/2017).

Menurut Emma, masih ada syarat yang harus dipenuhi agar financial closing bisa dilakukan, seperti konsesi, struktur pemberian subsidi pada tarif dan kelengkapan besaran belanja modal (capital expenditure/capex).

"Segala macem harus jejeg. Ini kan masih berproses dan kita kejar dalam dua minggu ke depan mudah-mudahan udah bisa shaping up dari struktur proyek dan Desember bisa financial closing," ujarnya.

Di lokasi yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan, ‎kementerian, lembaga, PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Sarana Multi Infrastruktur, dan PT Adhi Karya (Persero) telah melakukan rapat finalisasi proyek LRT bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

"Finalisasi aja, ya. Menyelesaikan berapa hal yang sebenarnya sudah di masing-masing kementerian/lembaga sudah selesai," kata Budi.

Setelah dari Kementerian Koordintor Bidang Kemaritiman, seluruh pihak yang terlibat dalam proyek tersebut melakukan pematangan‎ konsep untuk membuat konsesi dan menetapkan tarif LRT Jabodebek.

"Kemudian kita akan melakukan konsinyering, sehingga segala sesuatu tentang konsesi, tentang tarif, tentang finalisasi daripada LRT selesai," tutur Budi.

Hasil dari proses tersebut akan dilaporkan ke pihak penyedia pinjaman dana pembangunan, yakni beberapa bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta nasional. Dengan begitu, financial closing bisa dilakukan.