Sukses

Faisal Basri: RI Bakal Alami Krisis Kecil pada Akhir 2017

Faisal Basri menuturkan, Indonesia perlu memperluas porsi sektor keuangan untuk dorong kegiatan ekonomi di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, Indonesia akan mengalami krisis kecil pada akhir tahun. Hal ini disebabkan oleh dua hal yang akan terjadi di akhir 2017.

Hal pertama, kata Faisal, yaitu terkait dengan penerimaan pajak. Hingga September 2017, realisasi pajak tercatat baru mencapai 59 persen dari total target sebesar Rp 1.241,8 triliun. Hal ini dinilai akan berdampak pada keuangan pemerintah.

‎"Bulan depan akan ada krisis, krisis kecil. Misalnya dengan penerimaan pajak yang realisasinya seperti sekarang," ujar dia dalam Seminar Nasional Political Economy Outlook 2018 yang digelar oleh Institute for Development of Economic and Finance (Indef) di Jakarta, Rabu (22/11/2017).

Hal kedua yang akan memicu terjadinya krisis bagi Indonesia pada akhir tahun ini adalah kemungkinan kenaikan suku bun‎ga di Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, Bank Sentral AS (The Fed) memang telah memberikan sinyal akan menaikkan suku bunga.

"Kemudian dengan The Fed naikkan suku bunga.‎ Nanti kalau ada perubahan rupiah, kita kelojotan," kata dia.

Namun, yang perlu dilakukan agar Indonesia terhindar dari krisis ini adalah dengan memperluas porsi sektor keuangan dalam mendorong kegiatan ekonomi di dalam negeri. Menurut dia, dengan peran sektor keuangan yang lebih besar, maka akan lebih banyak kredit yang bisa digunakan demi mendorong dunia usaha untuk terus tumbuh.

‎"Tugas kita semua sekarang bagaimana memperbesar sektor keuangan, karena sektor keuangan adalah jantung. Jadi, jantung ini menentukan kemampuan saya berlari. Saya mau lari kencang, lambat, bergantung pada jantung. Itulah sektor keuangan, yang fungsinya sama seperti jantung, dia memompakan darah dan mengalirkan kembali lewat kredit," ujar dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Dalam 10 Bulan, Dompet Negara Terisi Rp 1.238 Triliun

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati tercatat mengumpulkan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.238,2 triliun hingga akhir Oktober 2017. Realisasi tersebut 71,3 persen dari target Rp 1.736,1 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017.

Dari data realisasi penerimaan hingga Oktober 2017 yang diterima di Jakarta, Senin 20 November 2017, pendapatan negara dan hibah sebesar Rp 1.238,2 triliun ini berasal dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 1.235,5 triliun atau 71,3 persen dari target Rp 1.733 triliun dan hibah yang terkumpul Rp 2,7 triliun atau 87,2 persen dari patokan target Rp 3,1 triliun.

Adapun penerimaan dalam negeri bersumber dari setoran perpajakan yang tercatat sebesar Rp 991,2 triliun sepanjang Januari-Oktober ini. Realisasi penerimaan perpajakan tersebut baru sebesar 67,3 persen dari target pemerintah Rp 1.472,7 triliun sampai akhir tahun.

Sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sudah mencapai 93,9 persen menjadi Rp 244,3 triliun dari target keseluruhan Rp 260,2 triliun.

Dari sisi belanja negara, realisasinya mencapai 72,1 persen atau Rp 1.537,1 triliun dari target di APBN-P 2017 yang dipatok Rp 2.133,3 triliun. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 898,5 triliun atau 65,7 persen dari target Rp 1.367 triliun.

Rincian belanja pemerintah pusat, terdiri dari penyerapan belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 506,8 triliun atau 63,5 persen dari target Rp 798,6 triliun, sedangkan belanja nonkementerian/lembaga terealisasi 68,9 persen atau Rp 391,8 triliun sampai dengan akhir Oktober ini. Sementara targetnya Rp 568,4 triliun.

Pada periode yang sama, transfer ke daerah dan dana desa realisasinya sudah mencapai 83,3 persen atau sebesar Rp 638,6 triliun dari target hingga akhir tahun ini Rp 766,3 triliun. Jika dirinci, penyerapan transfer ke daerah sudah sebesar Rp 591,1 triliun atau 83,7 persen dari target Rp 706,3 triliun dan penyaluran dana desa Rp 47,5 triliun atau 79,2 persen dari target Rp 60 triliun pada 2017.

Dengan demikian, realisasi defisit anggaran hingga Oktober ini sebesar Rp 298,9 triliun atau 2,20 persen dari produk domestik bruto (PDB). Sementara target defisit pemerintah sebesar Rp 397,2 triliun atau 2,92 persen dari PDB.

Untuk menutup defisit tersebut, pemerintah sudah merealisasikan pembiayaan sebesar Rp 382,5 triliun sampai dengan akhir Oktober ini. Nilai itu 96,3 persen dari target pembiayaan sampai akhir tahun ini Rp 397,2 triliun.

Sumber pembiayaan tersebut berasal dari pembiayaan utang yang realisasinya sebesar Rp 383,4 triliun atau 83,1 persen dari target Rp 461,3 triliun, pembiayaan investasi negatif Rp 3,5 triliun, pemberian pinjaman positif Rp 2,2 triliun, dan pembiayaan lainnya Rp 300 miliar. Dengan begitu, ada kelebihan pembiayaan Rp 83,5 triliun.