Sukses

Tolak Gunakan Minyak Kelapa Sawit, Maskapai KLM Diprotes

KLM diprotes oleh Organisasi Negara Produsen Kelapa Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOCC)

Liputan6.com, Jakarta - Maskapai penerbangan asal Belanda, KLM mendapat protes dari Organisasi Negara Produsen Kelapa Sawit atau Council of Palm Oil Producing Countries (CPOCC) karena dinilai telah menyerukan kampanye negatif penggunaan minyak kelapa sawit asal Indonesia. Protes ini disampaikan CPOCC dalam surat yang ditujukan ke CEO KLM, Pieter Elbers.

Dalam suratnya, CPOCC yang diwakilkan oleh Direktur Eksekutif Mahendra Siregar menegaskan bahwa kebijakan yang dilakukan KLM tidak mendasar. Ajakan untuk menggunakan minyak sawit dimuat KLM dalam majalah perusahaannya.

"Dengan hormat, kebijakan yang diterapkan oleh KLM nampaknya agak salah arah dan tidak mengetahui perkembangan terkini pasar minyak nabati global, khususnya yang terkait dengan isu lingkungan," kata Mahendra, seperti dikutip dalam suratnya, Jumat (24/11/2017).

Mahendra juga menjelaskan, permintaan minyak nabati yang tinggi hanya bisa dipenuhi dengan memanfaatkan produktivitas kelapa sawit. Hal ini dikarenakan kelapa sawit yang bisa memproduksi minyak nabati lebih tinggi dibanding sumber minyak nabati lainnya seperti rape seed, kacang kedelai atau bunga matahari.

"Rapeseed hanya menghasilkan minyak nabati sekitar 0,3 ton per hektare, kedelai dan bunga matahari menghasilkan 0,6 ton per hektare. Sedangkan minyak sawit bisa menghasilkan 3 sampai 6 ton per hektare," tambah Mahendra.

Di sisi lain, Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar juga sudah memenuhi syarat yang diajukan negara-negara pengimpor minyak sawit. Salah satunya adalah memiliki sertifikat RSPO yang merupakan komitmen untuk tidak melakukan penebangan hutan.

Lebih lanjut Mahendra juga menjelaskan dalam suratnya bahwa Indonesia juga memiliki kebijakan penanaman kembali pohon kelapa sawit yang sudah tua. Penanaman kembali dilakukan di lahan yang sama dengan menggunakan bibit yang produktivitasnya baik.

"Sepertinya KLM juga belum mengerti sepenuhnya bahwa satu-satunya minyak sawit yang berkelanjutan adalah yang memiliki sertifikat RSPO. Padahal, Indonesia dan Malaysia juga memiliki sertifikatnya sendiri yakni ISPO dan MSPO," ujarnya.

Untuk itu, dia mengajak KLM agar memberikan informasi yang seimbang dan sesuai fakta mengenai minyak sawit. Apalagi KLM memiliki rencana untuk mengambangkan rute penerbangan ke kawasan ASEAN khususnya ke Indonesia dan Malaysia, dua negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia.

"Saya mencatat bahwa KLM sedang melakukan strategi pengembangan di negara-negara ASEAN, termasuk memiliki Jakarta dan Kuala Lumpur sebagai pusat regionalnya. Bolehkah saya menyarankan agar perluasan bisnis harus mempertimbangkan sensitivitas perdebatan tentang minyak kelapa sawit dan penilaian yang jauh lebih seimbang terhadap keberlanjutan dan lingkungan global," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Hentikan kampanye hitam

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar kampanye hitam terhadap produk turunan kelapa sawit di Uni Eropa dihentikan. Pernyataan Presiden Jokowi ini juga mendapat dukungan penuh PM Malaysia.

Permintaan ini diungkapkan Jokowi dalam‎ Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Peringatan 40 Tahun Kerja Sama Kemitraan ASEAN-UNI EROPA yang digelar pada Selasa, 14 November 2017, di Philippine International Convention Center (PICC), Manila, Filipina.

Menurut dia, isu kelapa sawit sangat dekat dengan upaya pengentasan kemiskinan, mempersempit gap pembangunan, serta pembangunan ekonomi yang inklusif.

Apalagi saat ini terdapat 17 juta orang Indonesia yang hidupnya, baik langsung maupun tidak langsung, terkait dengan kelapa sawit, di mana 42 persen lahan perkebunan kelapa sawit dimiliki oleh petani kecil.

Oleh karena itu, dalam pidatonya, Jokowi meminta agar diskriminasi terhadap kelapa sawit di Uni Eropa segera dihentikan. Sejumlah sikap dan kebijakan yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi dan merusak citra negara produsen sawit juga harus dihilangkan.

"Resolusi Parlemen Uni Eropa dan sejumlah negara Eropa mengenai kelapa sawit dan deforestasi serta berbagai kampanye hitam, tidak saja merugikan kepentingan ekonomi, namun juga merusak citra negara produsen sawit," ujar dia.