Sukses

Jamin Takaran BBM SPBU Tepat, YLKI Minta Setahun Diperiksa 2 Kali

Selama ini Pertamina juga melakukan ‎sendiri pemeriksaan pengukuran, dengan menggunakan lembaga independen.

Liputan6.com, Jakarta Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Metrologi melakukan pengukuran takaran pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik PT Pertamina (Persero) dua kali dalam setahun.

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumber Indonesia ‎(YLKI) Tulus Abadi mengatakan, mutu layanan pada SPBU harus ditingkatkan, terutama pada takaran BBM yang dikeluarkan dari dispanser di SPBU. Inilah alasan pemeriksaan takaran harus dilakukan dua kali dalam satu tahun.

"Pengawasan dilakukan satu kali setahun menurut saya kurang, minimal dua tahun sekali untuk keabsahan meterologi," kata Tulus, di Jakarta, Jumat (24/11/2017).

Menurut Tulus, meski Pertamina juga melakukan ‎sendiri pemeriksaan pengukuran, dengan menggunakan lembaga independen. Peningkatan pengukuran oleh badan metrologi juga harus tetap dilakukan. Apalagi untuk di wilayah yang jauh dari pusat kota.

"Walau Pertamina punya standar tertentu. Saya kira pengawasan lebih intensif terutama daaerah remote," tutur Tulus.

Kepala Divisi Unit Teknis Metrologi Jakarta Johan Taruma Jaya ‎menyatakan, lembaganya siap mengikuti, jika diminta untuk melakukan uji ukur takaran di SPBU dua kali dalam satu tahun. Meski saat ini baru ada kewajiban melakukan pemeriksaan satu kali dalam setahun.

"Kita kewajiban setahun sekali, kalau setahun dua kali ‎kita siap melakukan itu," imbuhnya.

Tonton Video Pilihan Ini:

2 dari 2 halaman

Pemerintah Diminta Waspadai Modus Pengecer Borong BBM Satu Harga

YLKI juga mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai modus pedagang eceran (pengecer) yang memanfaatkan program Bahan Bakar Minyak (BBM) satu harga untuk mengeruk keuntungan besar.

Tulus Abadi mengatakan, ‎program BBM satu harga di seluruh Indonesia akan menjadi tidak efisien, jika pasokan BBM yang baru tiba di lembaga penyalur resmi langsung habis diserbu pengecer.

"BBM satu harga ini enggak efektif juga di wilayah terdepan, terpencil dan terluar (3 T)," kata Tulus, di Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Dia mengaku, mendapatkan informasi langsung terkait stok BBM dari lembaga penyalur resmi, yang dijual dengan harga sesuai ketentuan pemerintah habis akibat diborong pengecer.

Kondisi ini membuat masyarakat tetap membeli BBM melalui pengecer, dengan harga yang mahal. ‎"Menurut saya yang dapet info ketika di drop di SPBU diborong habis,‎ akhirnya harganya tetap mahal," ungkap Tulus.

Menurut Tulus, kondisi ini perlu diwaspadai pemerintah, dengan meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran BBM satu harga. Pasalnya, jika dibiarkan akan membuat program yang bertujuan untuk memberikan keadilan tersebut tidak efektif.

"Sayang juga uang yang sudah dikeluarkan Pertamina Rp 800 miliar tidak menolong juga. Karena di SPBU habis, akhirnya beli yang dijual pengecer juga, akhirnya tidak dijual satu harga juga," tutup Tulus.