Liputan6.com, Jakarta Pemerintah terus mengembangkan penggunaan energi bersih pada sektor kelistrikan. Hal ini untuk mengejar target pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), dalam bauran energi Indonesia sebesar 23 persen pada 2025.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, selain ketersediaan kapasitas, pemerataan, dan tarif yang terjangkau, pemerintah juga fokus untuk mendorong pemanfaatan energi bersih untuk kelistrikan.
Advertisement
Baca Juga
"Untuk kelistrikan, pemerintah fokus pada tiga hal. Satu adalah ketersediaan kapasitas, kedua pemerataan distribusi atau biasa disebut electrification ratio yang merata, dan ketiga tarifnya terjangkau. Pemerintah juga sepakat yang keempat adalah clean energy (energi bersih)," kata dia di Jakarta, Jumat (24/11/2017).
Dalam pengembangan energi terbarukan pada kelistrikan, sejak awal 2017 hingga saat ini, telah ditandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agrement/PPA) sebesar 1.186 Megawatt (MW) yang energi primernya bersumber dari EBT. Hingga akhir tahun, kapasitasnya diharapkan mencapai 1.500 MW.
"Banyak yang kasih masukan ke saya, tapi faktanya dari Januari sampai November, IPP (Independent Power Producer/perusahaan pengembang listrik swasta) energi terbarukan yang ditandatangani dengan PLN itu 1.186 MW, ini banyak sekali. Mudah-mudahan sampai penutupan tahun bisa kira-kira mencapai 1.500 MW dan kita dukung terus," ungkap dia.‎
Â
Kurangi Ketergantungan BBM
Selain pengembangan EBT pada sektor kelistrikan, pemerintah juga mulai mendorong penggunaan kendaraan listrik untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM).
Menurut Jonan, saat ini konsumsi BBM mencapai 1,6 hingga 1,7 juta barel per hari (bph), sementara produksi dalam negeri sekitar 800 ribu bph.
Jika pola ini tidak diubah, Jonan memperkirakan 10 hingga 20 tahun ke depan, impor BBM mencapai 1,4 juta bph.
"Kalau kita mengandalkan BBM, konsumsi dalam negeri 1,6 sampai 1,7 juta barel per hari (bph), produksi 800 ribu bph, impor satu hari 800 ribu sampai 900 ribu bph, Kira-kira bagaimana 20 tahun ke depan? Kalau bisa sama, saya terima kasih. Kalau kita biarkan, tidak menggunakan kendaraan listrik, mungkin dalam 10 tahun sampai 20 tahun ke depan impornya akan naik. Kalau di-nett, impor dikurangi produksi kita, bisa 1,3 sampai 1,4 juta bph impornya,"Â dia menandaskan.
Advertisement