Liputan6.com, Jakarta - Industri padat karya berbasis ekspor seperti industri makanan dan minuman (mamin) diproyeksi masih menjadi salah satu sektor andalan penopang pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional pada tahun depan.‎ Oleh sebab itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah mengajukan insentif fiskal bagi industri jenis ini.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan hal itu pada acara Coca-Cola Amatil Investor Day di Jakarta. Dia mengungkapkan, peran penting sektor strategis ini terlihat dari kontribusinya yang konsisten dan signfikan terhadap produk domestik bruto (PDB) industri nonmigas serta peningkatan realisasi investasi.
"Untuk itu, pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan industri makanan dan minuman agar semakin produktif dan berdaya saing global. Apalagi, sektor ini basisnya nilai tambah sehingga proses hilirisasi perlu dijamin," ujar dia di Jakarta, Sabtu (25/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Kementerian Perindustrian mencatat, sumbangan industri makanan dan minuman kepada PDB industri non-migas mencapai 34,95 persen pada kuartal III 2017. Hasil kinerja ini menjadikan sektor tersebut kontributor PDB industri terbesar dibanding subsektor lainnya.
Selain itu, capaian tersebut mengalami kenaikan empat persen dibanding periode yang sama 2016. Sedangkan, kontribusinya terhadap PDB nasional sebesar 6,21 persen pada kuartal III 2017 atau naik 3,85 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Selanjutnya, dilihat dari perkembangan realisasi investasi, sektor industri makanan dan minuman untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) kuartal III 2017 mencapai Rp 27,92 triliun atau meningkat sebesar 16,3 persen dibanding periode yang sama 2016. Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA) sebesar US$1,46 miliar.
Airlangga juga memberikan apresiasi kepada Coca-Cola Amatil Indonesia sebagai pelopor dalam industri minuman ringan di Indonesia yang produknya telah dipasarkan secara langsung kepada lebih dari 500 ribu pelanggan ritel baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Hingga saat ini, Coca-Cola Amatil Indonesia telah menyerap tenaga kerja sebanyak 11 ribu orang, dengan nilai investasi selama periode 2012-2017 mencapai US$ 445 juta. Perusahaan ini juga berkomitmen akan meningkatkan investasi hingga US$ 300 juta untuk tiga tahun ke depan.
Guna menjaga pertumbuhan sektor ini tetap tinggi, lanjut Airlangga, pihaknya terus mendorong pelaku industri makanan dan minuman nasional agar memanfaatkan potensi pasar dalam negeri. "Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk sebanyak 258,7 juta orang, menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan," tutur dia.
Di samping itu, industri makanan dan minuman nasional semakin kompetitif karena jumlahnya cukup banyak. Tidak hanya meliputi perusahaan skala besar, tetapi juga telah menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM).
"Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international," ungkap dia.
Airlangga menuturkan, pihaknya tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor. Untuk itu, Kemenperin mengusulkan penghitungan insentif fiskal berupa tax allowance berbasis pada jumlah penyerapan tenaga kerja.
"Regulasi ini sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan, kami berharap tahun ini peraturannya bisa keluar," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Selanjutnya
Sebelumnya Kementerian Perindustrian dan Japan International Cooperation Agency (JICA) melakukan kerja sama dalam pengembangan industri potensial pada jangka menengah dan panjang. Sektor industri yang menjadi fokus pengembangan antara lain, alat transportasi, elektronika, serta makanan dan minuman.
Langkah sinergi ini diwujudkan melalui kegiatan penelitian terhadap sejumlah manufaktur Indonesia, yang dilakukan oleh Nomura Research Institute dengan judul Promotion for Globally Competitive Study untuk periode April 2017-Maret 2018.
"Kami ingin mendapatan masukan terkait kolaborasi teknis di ketiga sektor industri tersebut supaya bisa naik level," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu 22 Oktober 2017.
Airlangga menjelaskan, dalam survei yang sedang berjalan ini, pihaknya ingin mengetahui tentang alur rantai pasok industri di dalam negeri saat ini sehingga akan fokus menentukan kebijakan pengembangan untuk sektor pendukungnya. Misalnya di industri otomotif, yang membutuhkan masukan terkait riset dan teknologi terbaru.
"Kami juga akan melakukan survei ke beberapa sentra industri kecil dan menengah (IKM) komponen otomotif seperti di Tegal dan Ceper, Jawa Tengah untuk melihat jalannya supply chain di sana. Apalagi, JICA telah mendorong IKM Jepang agar berinvestasi di Indonesia supaya bisa bermitra dengan pelaku usaha lokal," jelas dia.
Sementara itu, di industri makanan dan minuman, Kemenperin ingin mengembangkan daya saing sektor ini di antaranya melalui pembangunan pusat inovasi, peningkatan aspek keamanan pangan, hingga pengemasan produk.
"Kami akan mendukung proses pascapanen, packaging, dan membuat standar untuk ekspor. Kami rasa hal ini dapat memperluas pasar, termasuk membangun innovation center," tutur dia.
Airlangga juga mengungkapkan, komoditas lokal yang tengah diminati Jepang antara lain kakao, kopi, dan udang. Untuk meningkakan nilai tambahnya, Indonesia telah ikut serta dalam Protokol Madrid, yang diharapkan bisa mempermudah dalam mendaftarkan merek secara internasional di banyak negara.
"Selain itu, sudah ada identifikasi geografis yang bisa untuk promosi produk, seperti Kopi Toraja dan Kopi Gayo. Added value ini yang terus dipromosikan oleh Kemenperin," kata dia.
Sedangkan, di industri elektronika, Kemenperin tengah mendorong agar sektor ini dapat mendukung industri alat transportasi di masa depan, khususnya untuk kereta api, pesawat terbang, dan mobil listrik.
"Untuk industri elektronika, kami akan memacu perluasan pasarnya dan bisa men-support ke sektor strategis lainnya," ucap Airlangga.
Advertisement