Sukses

13 Juta Peserta Keluar dari BPJS Ketenagakerjaan

BPJS TK mencatat ada sekitar 13 juta peserta yang keluar dari BPJS Ketenagakerjaan karena beberapa faktor, termasuk adanya PHK

Liputan6.com, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) mencatatkan penambahan sekitar 17 juta peserta baru hingga November 2017. Namun di balik itu, jumlah peserta yang keluar dari kepesertaan BPJS TK sekitar 13 juta karena berbagai faktor.

Direktur Perluasan Kepesertaan dan Hubungan Antara Lembaga BPJS Ketenagakerjaan, E Ilyas Lubis optimistis, target penambahan 18,5 juta peserta baru akan tercapai sampai dengan akhir 2017.

"Tahun ini ditargetkan memasukkan 18,5 juta pekerja baru. Sekarang sudah masuk mendekati 17 juta. Tinggal 1,5 juta lagi, rasanya akan tercapai," kata dia di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (27/11/2017).

Meski ada penambahan, bukan berarti tidak ada yang cabut alias keluar dari kepesertaan. Ilyas mencatat, ada sekitar 13 juta telah keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan karena berbagai sebab.

Dia menyebut, pertama, karena peserta itu merupakan pekerja jasa konstruksi. Kepesertaannya lepas seiring dengan habisnya masa kerja peserta.

"Secara keseluruhan termasuk jasa konstruksi ya mendekati 13 jutaan. Artinya jasa konstruksi proyek tertentu 6 bulan selesai," ujar Ilyas.

Faktor lainnya, kata dia, karena banyaknya pekerja bukan penerima upah sehingga kerap telat membayar iuran. Oleh karenanya, edukasi terhadap pekerja bukan penerima upah perlu ditingkatkan.

"Termasuk di tenaga kerja bukan penerima upah, kita perlu edukasi terus, daftar enggak lanjutkan lagi. Karena enggak bayar 3 bulan sudah dianggap keluar," Ilyas menjelaskan.

Hal lain ialah karena pekerja habis masa kontraknya. Itu di luar pekerja jasa konstruksi. Akan tetapi, dia mengatakan, ada pula pekerja yang kehilangan kepesertaannya karena kehilangan pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menurut Ilyas, jumlahnya terlihat dari pekerja yang mengajukan klaim jaminan hari tua (JHT). "Sekitar 700-800 ribu peserta itu ambil JHT langsung. Itu karena sistemnya berhenti sebulan enggak kerja bisa ambil," paparnya.

Ilyas mengatakan, hingga saat ini terdapat sekitar 25 juta pekerja aktif membayar iuran BPJS Ketenagakerjaan. Sekitar 14 juta di antaranya mengikuti program Jaminan Pensiun (JP) yang berarti mengikuti 4 program BPJS Ketenagakerjaan sekaligus.

"Dari 25 juta itu, sekitar 14 juta peserta ikut program pensiun. Kalau dia ikut program pensiun, dia ikut 4 program semuanya. Kalau skala mikro itu kan wajibnya 2 program yang jasa kontruksi juga 2 program itu sekitar 10 jutaan," tukas Ilyas.

Tonton Video Pilihan Ini

2 dari 2 halaman

Peserta BPJS Ketenagakerjaan Masih Minim, Kenapa?

Jumlah tenaga kerja yang tercatat sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan masih minim. Padahal, kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan penting untuk perlindungan pekerja.

Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Witjaksono mengatakan, penyebab masih sedikitnya peserta karena banyak pekerja belum mengenal BPJS Ketenagakerjaan. Dia menyebut, dari sekitar 112 juta angkatan kerja, baru 25 juta peserta BPJS Ketenagakerjaan.

"Pasti saya yakin (belum kenal), saya sering masalah masuk complain ketanagakerjaan ke BPJS Kesehatan," kata dia di Hotel Fairmont Jakarta, Senin (27/11/2017).

Bukan hanya itu, dia mengakui, program BPJS Ketenagakerjaan tidak mudah dipahami masyarakat atau pekerja. Semisal, BPJS Ketenagakerjaan memiliki Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK). Program tersebut ditujukan untuk pekerja yang mengalami kecelakaan. Dengan program tersebut, pekerja akan mendapat perawatan dan pengobatan.

Di BPJS Kesehatan pun juga memiliki program penyembuhan untuk masyarakat. Alhasil, masyarakat cenderung hanya terdaftar pada satu BPJS.

"Memang produknya tidak mudah dimengerti masyarakat oleh pekerja. Misalnya, JKK sama jaminan kesehatan BPJS Kesehatan. Sama-sama sakitnya, ikut saja satu," ujar dia.

Padahal, dia mengatakan, program BPJS Ketenagakerjaan memiliki manfaat lain. "Misalnya meninggal karena kecelakaan kerja itu bisa 48 gaji dan sebagainya, kalau mereka enggak ada," sambungnya.

Di samping itu, penyebab lain ialah kesadaran masyarakat akan asuransi masih rendah. Dia menuturkan, masyarakat masih cenderung menunda keikutsertaan pada asuransi.

"Terutama pekerja mandiri, kalau penerima upah dalam company bisa dijelasin manajemen SDM-nya," kata dia.