Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) kembali menggelar Pertemuan Tahunan BI 2017. Acara yang mengangkat tema Memperkuat Momentum ini dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dalam sambutannya, Gubernur BI Agus Martowardojo memaparkan soal pertumbuhan ekonomi Indonesia.Di 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan sebesar 5,1 persen. Untuk inflasi, ‎akan berada di kisaran 3 persen-3,5 persen dan neraca transaksi berjalan defisit di bawah 2 persen.
"Perbaikan ekonomi global berdampak ke ekonomi domestik. Hal ini didorong oleh kinerja ekspor dan investasi yang membaik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2017 diperkirakan mencapai 5,1 persen, dengan tetap terjaganya stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan yang terjaga," ujar dia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
‎‎BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 berada di kisaran 5,1 persen-5,5 persen. Pertumbuhan ini akan lebih baik dibandingkan tahun ini. Untuk inflasi, 3 persen plus minus 1 persen serta defisit neraca transaksi berjalan berada di bawah 3 persen.
"Pertumbuhan ekonomi di 2018 berada di rentang Rp 5,1 persen-5,5 persen. Dengan permintaan domestik sebagai motor utamanya. Adapun, pertumbuhan kredit sebesar 10 persen-12 persen dan pertumbuhan dana pihak ketiga sebesar 9 persen-11 persen," kata dia.
Selain memproyeksikan pertumbuhan ekonomi untuk tahun depan, BI juga memprediksi pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.
Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi mencapai 5,8 persen-6,2 persen. Meski terlihat tinggi, namun BI optimistis pertumbuhan ekonomi akan tercapai. Sedangkan inflasi 3 persen plus minus 1 persen serta defisit necara transaksi berjalan berada di bawah 3 persen‎.
Hal ini didorong oleh kebijakan pembangunan infrastruktur. Program pembangunan yang digenjot oleh pemerintah diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara cepat di masa mendatang. Hal ini seperti yang juga dialami oleh negara-negara yang menggenjot pembangunan infrastrukturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Ekonom Prediksi Ekonomi RI Tumbuh 5,2 Persen pada 2018
Sebelumnya Center of Reform on Economics (CORE) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik pada 2018. Setidaknya, pertumbuhan ekonomi di 2018 akan mencapai 5,2 persen.
Direktur Eksekutif CORE Hendri Saparini mengatakan, saat ini Indonesia memiliki semua komponen yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi. Contohnya, kondisi di dalam negeri yang cenderung stabil, kemudian sektor keuangan baik, inflasi yang terjaga dan suku bunga yang cenderung turun.
"Kita stabil, tapi stabil tidak bergerak. Yang harus dilakukan, kita stabil tapi bagaimana modal yang cukup besar tadi. Investment grade sudah dapat. Bagaimana kita mengeluarkan innovative policies agar tidak terjebak di 5 persen. Karena potensi kita di atas 5 persen," ujar dia di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa 28 November 2017.
Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, lanjut Hendri, diperlukan inovasi kebijakan dan strategi untuk mendorong ekonomi yang berkualitas di 2018.
Pertama, yaitu soal perpajakan. Menurut dia, kebijakan yang diterapkan selama ini belum optimal untuk meningkatkan rasio pajak, kecuali peningkatan penerimaan. Agenda pemerintah dalam hal pajak, seperti penetapan pajak untuk pendidikan, pajak buku, pajak kertas tidak akan mendorong pertumbuhan penerimaan negara.
"Kenapa kok memburu di kebun binatang. mungkin yang perlu dilakukan adalah inovasi. Misal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor9 Tahun 2012, bagaimana pemerinah bisa menerapkan pajak pada harga emas dan perak. Yang sampai saat ini belum, sementara harga emas itu sudah luar biasa saat ini. Jadi kita sharing, kelompok yang mendapatkan profit lebih tinggi, di-share dong ke kita," jelas dia.‎‎
Kedua, pemerintah harus bisa menjaga stabilitas moneter dan inovasi pembiayaan untuk dukung pertumbuhan ekonomi. Hendri mengungkapkan, Indonesia perlu lebih banyak inovasi pembiayaan karena jumlah pelaku usaha di dalam negeri lebih dari 50 juta.
"Yang UKM mereka butuh pembiayaan, sementara kita punya kemampuan untuk bisa sharing pembiayaan kelompok bawah. Tapi kita enggak punya media, enggak punya data untuk UKM. Kita perlu lebih banyak lagi agar financial inclusion tidak hanya pro terhadap nasabah atau masyarakat, tetapi juga mereka yang sudah memiliki lembaga pembiayaan yang selama ini sudah eksis," kata dia.‎‎
Ketiga, selama ini banyak sekali keinginan yang ingin dicapai oleh pemerintah. Namun sayangnya, di lapangan tidak sinergi untuk mencapai keinginan tersebut.
"Bagi saya, sebelum bicara koordinasi, kita adalah sinkronisasi perencanaan. Kita akan menghadapi Asian Games. Menurut Wakil Presiden, pembangunan infrastrukturnya butuh Rp 10 triliun, transportasi butuh Rp 20 triliun. Jadi kita akan menggelontorkan dana lebih dari Rp 30 triliun untuk perhelatan Asian Games yang 1 bulan. Pertanyaannya, bisnis apa yang sedang diciptakan pemerintah oleh Asian Games? Nah ini siapa yang sinkronkan ini? Ini baru satu saja tentang Asian Games," ujar dia.
Advertisement