Sukses

Ada 1.592 Laporan Dugaan Investasi Bodong dalam 9 Bulan

Satgas Waspada Investasi mencatat ada 1.592 pengaduan dugaan investasi bodong sepanjang Januari-September 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Waspada Investasi mencatat, jumlah laporan atau pengaduan mengenai dugaan praktik penghimpunan dana yang merugikan masyarakat atau investasi bodong sebanyak 1.592 laporan sepanjang Januari-September 2017. Khusus di September ini, jumlah pengaduan mengalami penurunan karena pihaknya terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. 

Dari data yang disampaikan Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing, ada 1.592 pengaduan oleh masyarakat terkait dugaan investasi bodong dalam kurun waktu sembilan bulan ini. 

Jika dilihat lebih rinci, pada September 2017 tercatat sebanyak 132 pengaduan oleh masyarakat. Jumlah ini turun jika dibanding bulan sebelumnya yang mencapai 317 pengaduan.

"Ini karena kita terus melakukan sosialisasi dan mengenalkan bagaimana ciri-ciri investasi bodong kepada masyarakat," kata Tongam di kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Sementara untuk data Januari, pengaduan dugaan investasi bodong sebanyak 123 pengaduan, lalu turun menjadi 110 pengaduan di Februari. Pada Maret, terjadi kenaikan menjadi sebanyak 167 pengaduan dan 225 pengaduan di April 2017. Selanjutnya di Mei, ada 105 pengaduan, Juni sebanyak 194 pengaduan, dan Juli sebanyak 219 pengaduan.

Tongam mengungkapkan, dari total 1.592 pengaduan tersebut, mayoritas pengaduan soal investasi uang yang menawarkan bunga atau keuntungan tinggi. Selain itu juga cukup banyak pengaduan mengenai sistem Multi Level Marketing (MLM). 

Mengenai penyebaran wilayahnya, dikatakan Tongam, mayoritas berada di kota-kota besar, seperti Jabodetabek, Surabaya, Semarang dan lain sebagainya.

"Karena kebanyakan penawaran itu dilakukan secara online, jadi menyasarnya kota-kota besar yang masyarakatnya melek teknologi," ucap Tongam.

Dari berbagai pengaduan dugaan investasi bodong tersebut, setidaknya ada 12 kasus yang saat ini sedang diproses hukum. Kasus tersebut di antaranya Pandawa Group Depok, PT Cakrabuana Sukses Indonesia Cirebon, First Travel, Talk Fusion, dan beberapa kasus lainnya.

Tonton Video Pilihan Ini

2 dari 2 halaman

Selama 10 Tahun, Investasi Bodong Timbulkan Kerugian Rp 105,8 T

Satgas Waspada Investasi saat ini terus menunjukkan taringnya dalam membuka kedok investasi yang berpotensi merugikan masyarakat atau disebut investasi bodong.

Yang terbaru, Satgas ini telah merekomendasikan kepada Kementerian Agama mengenai praktik ponzi yang dilakukan oleh agen perjalanan umrah First Travel. Kasus itu melibatkan korban sebanyak 58,6 ribu dengan nilai kerugian mencapai Rp 800 miliar.

Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing menjelaskan memang semakin hari banyak masyarakat yang tertipu model investasi bodong tersebut.

"Hingga sepuluh tahun terakhir (2007-2017) saja, perkiraan total kerugian dari investasi bodong ini mencapai Rp 105,81 triliun. Ini menunjukkan kalau masyarakat perlu lebih banyak edukasi," tegas Tongam di kantor OJK, Kamis (30/11/2017).

Dia menyebutkan, setidaknya ada empat kasus yang belakangan telah ditangani. Pertama, First Travel. Kedua yaitu Pandawa Group yang menawarkan investasi sebesar 10 persen per bulan. Dari kasus ini setidaknya ada 549 ribu korban dengan total kerugian Rp 3,8 triliun.

Ketiga, kasus PT Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI), yang menawarkan investasi emas dengan keuntungan 5 persen per bulan. Di sini, setidaknya ada 7.000 korban dengan total kerugian sebesar Rp 1,6 triliun.

Keempat adalah Dream for Freedom yang menawarkan imbal hasil satu persen per hari. Alhasil sebanyak 700 ribu orang menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp 3,5 triliun.

"Ini penyebabnya di antaranya adalah masyarakat itu mudah tergiur untung yang tinggi, belum paham prinsip investasi," ucap Tongam.

Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi selalu menyosialisasikan mengenai ciri-ciri investasi bodong itu dengan model 2L, yaitu legal dan logis. Dengan demikian, sebelum berinvestasi harus menelusuri legalitas perusahaan dan jenis usahanya, serta keuntungan yang didapatkan tersebut logis atau tidak.