Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku prihatin terhadap maraknya tindak pidana korupsi yang terjadi di daerah. Dia bahkan menilai korupsi ini dilakukan secara masif mulai dari pejabat tingkat atas hingga ke bawah.
‎"Ya tentu saja kita prihatin terhadap berbagai kasus terutama yang menyangkut korupsi di daerah. Karena kita semua tahu anggaran APBN dan APBD itu semua untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujar dia di kawasan Harmoni, Jakarta, Jumat (1/12/2017).
Dia menuturkan, potensi terjadinya korupsi di daerah terjadi mulai dari perencanaan, alokasi anggaran dan implementasi anggaran. Salah satu buktinya, saat ini banyak sekali belanja di daerah yang lebih besar dari belanja pusat.
Advertisement
Baca Juga
"Banyak sekali daerah yang satuan biayanya itu lebih tinggi dari pusat. Apakah untuk perjalanan dinas, untuk pertemuan atau kan untuk satuan biaya personalnya. Ini saja sudah menggambarkan bahwa daerah memiliki lebih banyak kelemahan dalam menetapkan standar biaya," kata dia.
‎Sri Mulyani menyatakan, agar korupsi ini tidak terus menerus terjadi dan dijadikan sebagai suatu hal yang wajar, maka perlu adanya perbaikan pada hubungan antara pemerintah daerah dengan DPRD. Sebab, dia menilai hubungan antar keduanya selama ini justru saling mendukung dalam melakukan korupsi.
"Hubungan antara pemerintah daerah dengan legislatif itu juga sesuatu yang perlu diperbaiki. Kita menginginkan demokrasi yang dimana hubungan legislatif dan eksekutif merupakan suatu hubungan yang sehat check and balance. Selain mengontrol, tanpa salah satu menjadi parasit yang lain. ‎Ini adalah tantangan demokrasi bagi kita," ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Sri Mulyani Ungkap Alasan Kepala Daerah Doyan Korupsi
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, banyak faktor-faktor penyebab para kepala daerah melakukan korupsi. Salah satu lantaran adanya monopoli kekuasaan.
Sri Mulyani menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara kunci dalam Workshop Nasional Legislatif Partai Golkar 2017 di Hotel Merlynn Park, Jakarta.
Dia menjelaskan, berdasarkan laporan tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di 2016, sebanyak 71 perkara tindak pindana korupsi terjadi di tingkat provinsi. Selain itu juga, sebanyak 107 perkara tindak pidana korupsi terjadi di tingkat kabupaten/kota.
"Bahkan sebanyak 343 kepala daerah berperkara hukum di kejaksaan, kepolisian‎, dan KPK. Dan sebagian besar karena tersangkut masalah pengelolaan keuangan daerah. Ini jumlah yang luar biasa masif," ujar dia di kawasan Harmoni, Jakarta, Jumat 1 Desember 2017.
Dia menuturkan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab kepala daerah terlibat kasus korupsi, antara lain monopoli kekuasaan, diskresi kebijakan serta lemahnya akuntabilitas.
"Pengadaan barang jasa rawan markup, di daerah banyak juga yang disebut jual beli jabatan," kata dia.
Oleh sebab itu, lanjut Sri Mulyani, pemerintah daerah perlu didorong untuk segera menerapkan sistem e-planning, e-budgeting dan e-procurement. Dengan penerapan ketiga sistem, maka masyarakat bisa ikut berpartisipasi dalam mengawasi penggunaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).
"Oleh sebab itu, bila dibantu dengan penggunaan teknologi maka tata kelola keuangan di daerah akan lebih baik. Maka ada e-planning, e-budgeting dan e-procurement yang membuat ini lebih baik," ujar dia.
Advertisement