Liputan6.com, Batam - Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menargetkan pembiayaan ekspor yang disalurkan kepada para eksportir hingga akhir tahun ini mencapai Rp 105,1 triliun. Angka tersebut meningkat sekitar 20 persen dibandingkan realisasi penyaluran pembiayaan pada 2016.
Direktur Eksekutif LPEI Sinthya Roesly mengatakan, hingga kuartal III 2017, total pembiayaan yang telah disalurkan telah mencapai Rp 90 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 13 persennya telah disalurkan‎ kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Sekarang kita ada Rp 90 triliun, sampai kuartal III. Kalau total asetnya ada Rp 108 triliun," ujar dia dalam Media Coaching LPEI di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/12/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sementara untuk tahun depan, kemungkinan pembiayaan ekspor yang disalurkan oleh lembaga yang juga dikenal dengan Indonesia Eximbank ini naik sebesar 10 persen.‎ Namun hal tersebut bergantung pada arah kebijakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Sekarang sih lagi digodok ya sama Kemenkeu untuk target-targetnya. Tapi tumbuhnya sekitar 10 persen‎. Nanti tergantung, saya tidak bisa katakan sekarang. Tergantung Kemenkeu mau tumbuhnya agresif atau tumbuhnya di sekitar 10 persen. Jadi ini tergantung nanti," kata dia.
Menurut Shithya, sumber pembiayaan yang disalurkan LPEI pada 2018 masih akan bersumber pada pinjaman dan obligasi. Porsinya nanti akan disesuaikan dengan kebutuhan dari para eksportir yang menjadi nasabah LPEI.
"Bisa separuh-separuh, tergantung kebutuhan. Karena kita lihatnya kapan sih jatuh tempo. Itu kan maturity profile dari pedagang kita tidak sama setiap tahun, ada yang jatuh temponya tahun depan, ada yang tahun depannya lagi. Kalau banyak yang jatuh tempo kita bisa funding dari obligasi atau pinjaman. Itu tidak bisa dipastikan harus 50:50, sesuai dengan kebutuhan dan tren harga di pasar, dan juga kecepatan waktunya kapan dia jatuh tempo," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Tantangan RI Genjot Ekspor
Pemerintah berupaya mendorong pertumbuhan ekspor pada 2018. Peningkatan ekspor ini diharapkan menjadi salah satu penopang pertumbuhan ekonomi selain konsumsi dalam negeri dan investasi.
Pengamat Ekonomi Rofikoh Rokhim mengatakan, di tengah upaya pemerintah mendorong ekspor, ada sejumlah tantangan yang harus segera diselesaikan agar ini bisa berkontribusi lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.
Tantangan pertama adalah tingginya biaya logistik di Indonesia. Saat ini, biaya logistik nasional masih besar 17 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Negara tetangga, seperti Malaysia hanya sekitar 8 persen, Singapura 6 persen, dan Filipina sebesar 7 persen.
"Bahkan Filipina yang macetnya minta ampun, biaya logistiknya lebih murah dari kita. Ini sama-sama negara kepulauan," ujar dia dalam Media Coaching Indonesia Eximbank di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (7/12/2017).
Tantangan kedua, struktur dan prosedur birokrasi yang masing sering menimbulkan biaya tambahan. Dia menuturkan, saat ini pengurusan dokumen ekspor impor barang dari negara asal hingga negara tujuan masih menjadi tantangan bagi para pelaku usaha.
"Pelaku usaha mengalami kendala baik waktu, biaya hingga proses administrasi dalam mengurus berbagai dokumen ekspor impor barang menuju suatu negara," kata dia.
Tantangan ketiga, yaitu masih rendahnya produktivitas dan kualitas tenaga kerja Indonesia dibandingkan negara-negara tetangga. Hal ini membuat investor yang berorientasi ekspor memilih negara lain sebagai tempat untuk membangun pabriknya.
"Di Indonesia masih banyak demo-demo. Kemudian di negara lain seperti Vietnam juga upah tenaga kerjanya lebih murah," ujar dia.
Â
Â
Advertisement