Sukses

Waspada, Ini Risiko Besar Mengintai Transaksi Bitcoin

BI menegaskan bitcoin merupakan sistem pembayaran ilegal di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Transaksi mata uang digital, seperti bitcoin dan altcoin kian marak. Peluang tersebut dimanfaatkan perusahaan investasi bodong untuk mencari mangsa para pemodal yang tergiur dengan iming-iming imbal hasil besar.

Bank Indonesia (BI) pun menegaskan bahwa bitcoin merupakan sistem pembayaran ilegal di Indonesia. Pengamat Pasar Uang, Farial Anwar menilai, kenaikan harga bitcoin yang signifikan hingga ratusan juta per buah dimanfaatkan para spekulator global untuk mencari keuntungan. Instrumen bitcoin sangat aktif diperdagangkan di negara lain maupun di Indonesia.

"Fluktuasi harga yang luar biasa tajam, sangat berisiko tinggi bagi investor karena mata uang ilegal, tidak ada dasar hukumnya. Mereka tergiur capital gain yang menarik, tapi tentu risikonya tinggi juga," kata dia saat dihubungi Liputan6.com Jakarta, Minggu (10/12/2017).

Risiko bagi pemegang yang bertransaksi menggunakan bitcoin, diakui Farial, paling utama menyangkut gagal bayar. Investor atau pemodal tidak akan bisa mengejar keuntungan yang diperoleh bila perusahaan tersebut tidak jelas asal-usulnya atau berada di negara antah berantah.

"Kalau gagal bayar mau tagih ke siapa, tidak bisa kejar. Ya kalau perusahaannya ada di Indonesia, tapi kalau di luar negeri bagaimana? Ingat banyak investasi bodong, karena BI kan masih menyatakan itu ilegal," paparnya.

Karena masih berstatus ilegal sebagai alat pembayaran, Otoritas Jasa Keuangan pun tidak merekomendasikan pemodal berinvestasi di bitcoin. "Jangan tergoda iming-iming pendapatan tinggi," ujar Farial.

Tonton video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Bubble ekonomi

Sedangkan dampaknya spekulasi bitcoin yang disebut-sebut berpotensi memicu gelembung (bubble) ekonomi, Farial kurang setuju. Dia memperkirakan tidak terlalu signifikan pengaruhnya ke perekonomian Indonesia.

"Kecil lah tidak sampai bubble, berapa sih orang yang main di bitcoin, belum banyak. Risikonya lebih kepada investor individu dan ini yang harus diwaspadai, karena risiko kan tidak bisa diprediksi," sarannya.

Dia berharap ada kontrol dan tindakan tegas dari pemerintah, BI dan OJK terhadap transaksi bitcoin di Indonesia. "Sebelum terlambat, segera lakukan kontrol dari pemerintah, BI, dan OJK untuk melakukan pendaftaran hukumnya jika ingin diberikan izin. Kalau tidak, ya harus ada tindakan tegas dan sanksi hukumnya," tegas Farial.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo sebelumna menegaskan agar masyarakat Indonesia tidak mengambil risiko dengan menggunakan mata uang virtual bitcoin. Pasalnya, bitcoin bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia.  

"Posisi BI tetap, bitcoin bukan sistem pembayaran yang diakui di Indonesia. Jadi masyarakat tidak menggunakan itu sebagai sistem pembayaran," kata Agus saat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis, 7 Desember 2017.

Dia berpendapat, ada risiko bagi pemegang bitcoin karena bertransaksi dengan alat pembayaran yang tidak diakui di Indonesia. Sayangnya, saat ditanya apa saja risiko untuk pemegang bitcoin, Agus tidak menjelaskan secara detail.

"Kalau ada yang ingin mengetahui, silakan saja. Pesan ini disampaikan dengan kuat bahwa itu bukan sistem pembayaran yang diakui di Indonesia. Ada risiko bagi yang akan mencoba memegang bitcoin," tegas mantan Menteri Keuangan itu.

3 dari 3 halaman

Terus Diawasi

Mata uang digital, seperti bitcoin di Indonesia sering kali digunakan untuk spekulasi. Kondisi ini juga memicu kekhawatiran Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan terjadinya gelembung (bubble) ekonomi yang dapat merugikan negara ini.

"Di Indonesia, harganya (mata uang virtual) makin tinggi dan dilirik sebagai salah satu bentuk investasi," ujar Sri Mulyani.

Dia berharap, produk mata uang virtual seperti bitcoin tidak dijadikan sebagai ajang spekulasi yang akan membahayakan Indonesia. "Kami tidak berharap terjadi suatu spekulasi atau bubble sehingga menimbulkan kerugian," paparnya.

Oleh karena itu, pemerintah, Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harus menjaga dan mengawasi penggunaan mata uang virtual.  "Jadi proteksi mereka yang menggunakan barang tersebut (bitcoin), apakah sebagai investasi atau untuk tujuan lain harus tetap dalam konteks keamanan investasi dan sesuai rambu-rambu di bidang keuangan maupun mata uang," tutur Sri Mulyani.

Menurutnya, regulasi mata uang virtual merupakan wewenang dari BI apabila menyangkut mata uang yang formal di Indonesia. Namun jika berkaitan dengan alat pembayaran atau investasi, merupakan ranah OJK yang memberi izin terhadap suatu produk yang aman untuk investasi.  

"Kalau (bitcoin) adalah suatu currency yang compiting terhadap currency yang formal di Indonesia, itu adalah suatu yang harus di-address bank sentral. Tapi kalau menyangkut alat pembayaran atau investasi, seharusnya OJK yang yang mengeluarkan (izin) itu safe bagi investasi," papar Sri Mulyani.