Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan mata uang digital, seperti bitcoin sebagai produk investasi oleh Wajib Pajak (WP) yang memperoleh keuntungan harus membayar pajak penghasilan (PPh) dan wajib dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh. Kewajiban tersebut harus dilaksanakan meski bitcoin bukan sistem pembayaran yang sah di Indonesia.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Kementerian Keuangan, Yon Arsal menegaskan WP mesti membayar pajak dan melaporkan keuntungan dari transaksi bitcoin di Indonesia dalam SPT Tahunan, sesuai Undang-undang (UU) Perpajakan. Â
Advertisement
Baca Juga
"Karena itu termasuk bagian dari investasi, kalau ada keuntungan dari penjualan tentu sesuai UU harus dilaporkan (ke SPT). Ilegal kan dalam konteks sebagai alat pembayaran," tegas Yon dalam pesan singkatnya kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin (11/12/2017).
Mengenai potensi penerimaan pajak dari transaksi mata uang digital, seperti bitcoin yang makin marak di Indonesia, Yon mengaku masih dilakukan pendalaman oleh Ditjen Pajak. Sehingga dia belum dapat memastikan jumlah pengguna bitcoin, termasuk potensinya.
"Terkait potensi cryptocurrency masih kami dalami ya," ujar Yon.
Sementara itu, Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak, Yunirwansyah menambahkan, sistem perpajakan di Indonesia menganut self asessment, yakni WP harus melapor, menghitung, dan membayar sendiri kewajiban pajaknya.
"Termasuk dari transaksi yang tadi (bitcoin). Dan sama saja perhitungan pajaknya," jelas Yunirwansyah.
Untuk diketahui, nilai mata uang digital bitcoin terus mengalami kenaikan. Pada bulan lalu, nilai cryptocurrency ini berada di angka US$ 9.481 atau Rp 128,14 juta per koin (asumsi kurs Rp 13.516 per dolar Amerika Serikat), rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Harga ini naik lebih dari 20 persen dalam sepekan atau lebih dari 900 sejak akhir tahun lalu. Lonjakan harga bitcoin seiring dengan masuknya investor besar dan meningkatnya spekulasi.
Tidak sah di RI
Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo kembali menegaskan agar masyarakat Indonesia tidak mengambil risiko dengan menggunakan mata uang virtual bitcoin. Pasalnya, bitcoin bukan alat pembayaran yang sah di Indonesia.
 "Posisi BI tetap, bitcoin bukan sistem pembayaran yang diakui di Indonesia. Jadi masyarakat tidak menggunakan itu sebagai sistem pembayaran," kata Agus saat di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Kamis (7/12/2017).
Dia berpendapat ada risiko bagi pemegang bitcoin karena bertransaksi dengan alat pembayaran yang tidak diakui di Indonesia. Sayangnya, saat ditanya apa saja risiko untuk pemegang bitcoin, Agus tidak menjelaskan secara detail.
"Kalau ada yang ingin mengetahui, silakan saja. Pesan ini disampaikan dengan kuat bahwa itu bukan sistem pembayaran yang diakui di Indonesia. Ada risiko bagi yang akan mencoba memegang bitcoin," tegas mantan Menteri Keuangan itu.
Advertisement