Sukses

Begini Prediksi Capaian Asumsi Makro Ekonomi RI pada 2017

Kemenkeu perkirakan inflasi dan harga minyak akan berbeda dari yang ditetapkan dalam APBN-P 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan, sejumlah asumsi makro ekonomi Indonesia akan berbeda dari yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017. Salah satunya soal inflasi dan harga minyak atau Indonesia crude price (ICP).

‎‎Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Adriyanto mengatakan, untuk inflasi, dirinya memperkirakan berada di bawah asumsi yang sebesar 4,3 persen. Sementara untuk harga minyak, dari asumsi US$ 48 per barel, diperkirakan sampai akhir tahun ini akan lebih tinggi.

"Beberapa mungkin sedikit di bawah proyeksi kami, seperti inflasi mungkin sedikit di bawah 4 persen, tidak setinggi yang kami tetapkan di awal. ICP, kan kami taruh US$ 48 per barel. Sekarang memang naik ke US$ 60 ya. Kalau pun naik sifatnya akan temporer, saya kira naiknya nggak akan tinggi-tinggi amat. Rangenya mungkin di rata-rata setahun US$ 50 per barel. Jadi nggak jauh beda," ujar dia di Jeep Station Indonesia, Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/12/2017).

Untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, lanjut Adriyanto, pihaknya masih meyakini jika hingga akhir tahun ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh di kisaran 5,1 persen-5,2 persen atau sesuai dengan asumsi di APBN-P 2017.

"Growth masih di angka 5 persen. Ekspektasi kami 5,1 persen-5,2 persen. Saya kira itu angka yang sudah cukup bagus. Karena kalau lihat kekhawatiran kemarin ada proteksionisme, saya kira 5,1 persen-5,2 persen sudah achieveable," kata dia.

Sementara untuk nilai tukar rupiah, diperkirakan berada tidak jauh dari Rp 13.400. Namun secara keseluruhan, kata Adriyanto, asumsi makro dalam APBNP 2017 masih sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh pemerintah.

"Lifting, mungkin menunjukan kecenderungan menurun. SPN kami taruh sekitar 5 persen, ya mendekati lah. Secara umum kami lihat proyeksi makro 2017 cukup bagus dan tidak terlalu jauh dari ekspektasi kami," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

2 dari 2 halaman

Ekonomi Kuat, Pengusaha Optimistis Krisis 10 Tahunan Tak Melanda RI

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani optimistis krisis ekonomi 1998 dan 2008 atau krisis 10 tahunan tidak akan menimpa Indonesia pada tahun depan. Keyakinan ini ditopang dengan kondisi perekonomian nasional dan dunia yang diprediksi membaik pada 2018.

"Saya lihatnya di 2018 lebih baik ya (ekonomi). Saya tidak melihat ada kemungkinan seperti krisis 1998 dan 2008," kata Rosan usai menghadiri acara Seminar Nasional Outlook Industri di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin 11 Desember 2017.

Dia menilai, pelaku usaha yakin terhadap kondisi ekonomi global yang semakin membaik. Pengaruhnya, Rosan mengakui berimbas ke Indonesia sehingga perekonomian nasional dipatok tumbuh 5,4 persen pada 2018.

"Pertumbuhan kita cukup stabil dan relatif akan meningkat karena harga-harga komoditas mulai naik. Tahun depan pun akan sama karena pertumbuhan ekonomi China akan lebih baik, sehingga harga komoditas meningkat," jelas dia.

Alasan lain krisis 10 tahunan tidak akan melanda Indonesia, kata Rosan, karena dampak dari kebijakan pemerintah membangun infrastruktur secara masif akan mulai terasa pada tahun depan dan seterusnya.

"Tidak bisa secara instan, tapi perekonomian di 2018 akan berjalan lebih bak karena banyak pilkada yang akan membuat ekonomi tumbuh positif lantaran makin banyak spending di daerah," ujar dia.

Perbaikan ekonomi Indonesia, sambungnya, juga akan ditopang dari dampak program cash for work. 30 persen dari dana desa dialokasikan untuk pendapatan pekerja di desa yang mengerjakan proyek padat karya.

"Kalau 30 persen dari Rp 60 triliun, berarti Rp 20 triliun untuk pendapatan pekerja di desa. Ini akan mengalir secara tunai dan akan mendorong belanja masyarakat di perdesaan. Dengan kebijakan-kebijakan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2018 diprediksi akan lebih baik," tutur Rosan.

Dia pun mengaku tidak khawatir dengan kebijakan-kebijakan ekonomi maupun politik yang datang dari negara lain, seperti Amerika Serikat (AS). "Ketidakpastian akan selalu ada. Sekarang orang sudah mulai mengantisipasinya, jadi pasti dampaknya minim kalau sudah diantisipasi," ujar dia.