Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak turun tajam pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Penyebab penurunan harga minyak tersebut karena pelaku pasar atau pedagang mengambil aksi ambil untung setelah harga melonjak ke level tertinggi dalam dua tahun.
Mengutip Reuters, Rabu (13/12/2017), harga minyak mentah Brent turun US$ 1,35 atau 2 persen menjadi US$ 63,34 per barel. Sedangkan harga minyak mentah AS menetap di US$ 56,91 per barel. Angka tersebut turun 82 sen, atau 1,4 persen.
Harga minyak naik usai U.S. Energy Information Administration menyatakan bahwa prospek produksi bulanan minyak mentah AS akan naik 780 ribu barel per hari menjadi 10,02 juta barel per hari pada 2018.
Advertisement
Baca Juga
Pada bulan lalu, perkiraan yang keluar juga lebih rendah yaitu naik 720 ribu barel per hari menjadi 9,95 juga barel per hari.
"Pasar menghargai apa yang U.S. Energy Information Administration katakan," jelas analis Price Futures Group, Phil Flynn.
Selain itu, kenaikan harga minyak juga karena The Forties pipeline yang merupakan pipa yang membawa minyak mentah dari laut utara ke terminal pemrosesan di Skotlandia terpaksa ditutup karena adanya keretakan.
Agar tidak berakibat fatal maka jalur pipa tersebut terpaksa tidak digunakan dahulu untuk diperbaiki.
Para pelaku pasar percaya bahwa dengan penutupan selama beberapa hari ke depan ini akan mendorong kenaikan harga minyak.
Namun setelah mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada perdagangan pagi hingga siang, harga minyak harus tertekan karena pelaku pasar melakukan aksi ambil untung. Oleh karena itu, penurunan harga minyak hingga lebih dari 1 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perdagangan sebelumnya
Harga minyak memang terus melambung naik sejak pekan lalu. Pada Jumat kemarin, harga minyak naik hampir dua persen. Penguatan harga minyak didorong kenaikan permintaan minyak China dan ancaman mogok di eksportir minyak terbesar di Afrika.
Permintaan melonjak akan dorong China sebagai pengimpor minyak mentah terbesar di dunia pada 2017. "Kami memiliki angka bagus dari China. Banyak tambahan impor bukan dari Arab Saudi, Iran Rusia dan Amerika Serikat," kata Analis Tyche Capital Advisors John Macaluso seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (9/12/2017).
Bank investasi AS Jefferies meramalkan, pertumbuhan permintaan minyak dunia akan mencapai 1,5 juta barel per hari pada 2018. Pertumbuhan itu didorong dari 10 persen pertumbuhan permintaan di China.
"Secara umum, pasar terlihat lebih sehat ketimbang sakit," kata Tamas Varga, Analis PVM Oil Associates.
Advertisement