Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) belum satu suara terkait rencana pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor. Hal ini menyusul kajian yang dilakukan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan dalam rangka pengendalian pencemaran lingkungan.
"Masih belum diputuskan apakah cukai emisi atau melalui CC," tegas Sekretaris Jenderal Kemenperin, Haris Munandar saat ditemui di Hotel Fairmont, Jakarta, Rabu (13/12/2017).
Menurut Haris, untuk mengukur kadar emisi pada kendaraan harus melalui uji kir secara berkala sehingga jauh lebih sulit dilaksanakan dibanding pengenaan cukai berbasiskan CC kendaraan.
Advertisement
Baca Juga
"Bagaimana caranya mengukur emisi. Kalau di luar negeri setiap dua tahun sekali ada uji KIR yang bisa mengukur emisi. Makin lama pakai mesin, emisi makin tinggi," ujarnya.
Selain itu, tinggi rendahnya gas pembuangan atau emisi pada kendaraan terlihat dari penggunaan bahan bakar. Bahan bakar yang berbeda akan menghasilkan emisi berbeda pula.
"Kita masih pakai BBM standar Euro 2, sedangkan Euro 4 masih kurang. Industrinya sudah siap menerapkan standar Euro 4, tapi PT Pertamina (Persero) yang belum siap," dia menjelaskan.
Sementara dari ukuran CC kendaraan, Haris menilai lebih mudah dikenakan tarif cukai. "Kalau CC kan sudah pasti, maka pakai berapa CC, apakah CC 2.000-2.500 per hari. Jadi mobil makin efisien," tutur Haris.
Saat ini, ucap Haris, belum ada kepastian antara Kemenkeu dan Kementerian Perindustrian terkait rencana pemungutan cukai barang mewah.
"Itu masih dikaji, lagi perhitungan, dan belum memastikan. Itu baru wacana," tandas Haris.
Alasan kenakan cukai emisi motor
Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menyatakan, pemerintah mengkaji pengenaan cukai emisi kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor bukan tanpa alasan. Yang paling utama adalah untuk pengendalian lingkungan yang tercemar akibat banyaknya gas buang yang dihasilkan kendaraan.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Heru Pambudi, mengungkapkan, pungutan cukai emisi ini sebagai alternatif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Tujuannya sesuai dengan prinsip-prinsip pengenaan cukai.
"Prinsipnya pengendalian konsumsi, ramah lingkungan ‎untuk kepentingan perlindungan lingkungan, pemerataan keadilan. Makanya kita bisa ajukan sebagai objek cukai," ucapnya di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Akan tetapi, Heru bilang, rencana cukai emisi ini harus dibahas di internal Kemenkeu dengan melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan kementerian/lembaga lain, serta pemerintah daerah.
"Belum final, masih dibahas pemerintah. Tentunya dengan Ditjen Pajak, BKF, pemda, KLHK. Ini harus dikoordinasikan sebelum final diusulkan (ke DPR). Yang pasti belum dalam waktu dekat ini," ia menerangkan.
Advertisement