Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merilis Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Pada program ini, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bisa mendapat bantuan maksimal hingga Rp 32,4 juta untuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Kepala Subdirektorat Pola Pembiayaan Rumah Swadaya dan Mikro Perumahan, Mulyowibowo, mengatakan, pembiayaan ini lebih menyasar ke MBR dengan penghasilan tidak tetap atau informal seperti tukang bakso hingga kuli bangunan.
Lantaran, akses KPR untuk kelompok masyarakat tersebut relatif terbatas.
Advertisement
Baca Juga
"Selama ini FLPP, SSB itu lebih pada ke penghasilan tetap, masyarakat formal. Harapannya kami memberikan kesempatan lebih untuk masyarakat penghasilan tidak tetap," kata dia kepada Liputan6.com seperti ditulis di Jakarta, Jumat (15/12/2017).
Untuk mengakses KPR tersebut, MBR mesti memenuhi beberapa kriteria. Di antaranya, belum pernah menerima, mendapatkan subsidi atau bantuan perumahan dari pemerintah. Selain itu, mereka belum memiliki rumah.
MBR juga mesti memiliki tabungan di bank selama enam bulan dengan saldo antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta.
Besaran penghasilan juga diatur untuk mendapatkan fasilitas BP2BT. Penghasilan dalam BP2BT dikelompokan dalam 3 zona. Kemudian, batas penghasilan di tiap zona untuk jenis kepemilikan rumah juga diatur.
Sebagai contoh, untuk zona I meliputi Jawa (kecuali Jabodetabek), Sulawesi, Sumatera, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung batas penghasilan untuk rumah tapak Rp 6 juta.
Serta, penghitungan penghasilan tersebut didasarkan pada penghasilan rumah tangga atau suami istri.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Harus Sedia Uang Muka
Lebih lanjut, Mulyowibowo mengatakan, untuk mendapat bantuan MBR tetap harus menyediakan uang muka 5 persen. Lalu, bantuan yang diberikan pemerintah BP2BT dari 6 persen hingga 39 persen atau maksimal Rp 32,4 juta.
Sisanya, merupakan pembiayaan bank dengan kisaran 50 hingga 80 persen.
Dia menjelaskan, suku bunga yang berlaku dalam pembiayaan ini merupakan suku bunga pasar. Kemudian, tenor pinjaman akan relatif pendek.
"Untuk masyarakat tidak tetap lebih cenderung ke tenor pendek, mungkin 10 tahun kalau SSB FLPP sampai 20 tahun. Masyarakat yang penghasilannya tidak tetap sulit difasilitasi untuk jangka waktu panjang. Karena risikonya besar sewaktu-waktu bisa putus kerjanya, penghasilannya tidak tetap. Dia lebih senang menggunakan uang muka besar untuk mendapatkan KPR," tukas dia.
Advertisement