Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) meluncurkan Bantuan Pembiayaan Perumahan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Skema pembiayaan ini lebih menyasar ke masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan pendapatan tidak tetap atau informal.
Dengan skema ini, MBR bisa mendapat bantuan maksimal hingga Rp 32,4 juta untuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Kepala Subdirektorat Pola Pembiayaan Rumah Swadaya dan Mikro Perumahan Kementerian PU-PR Mulyowibowo menerangkan, untuk mendapat bantuan BP2BT, MBR mesti memiliki tabungan selama 6 bulan dengan saldo antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta.
Advertisement
Baca Juga
"Selama ini FLPP, SSB itu lebih pada ke penghasilan tetap, masyarakat formal. Harapannya, kami memberikan kesempatan lebih untuk masyarakat penghasilan tidak tetap, sehingga mempersyaratkan tabungan tadi," kata dia kepada Liputan6.com seperti ditulis di Jakarta, Sabtu (16/12/2017).
Lebih lanjut, untuk mendapat bantuan ini, terdapat batasan penghasilan yang mengacu pada zona wilayah dan jenis hunian yang akan dibeli. Kemudian, batasan penghasilan ini berdasarkan penghasilan rumah tangga atau suami istri.
Lebih rinci, zona I meliputi Jawa (kecuali Jabodetabek), Sulawesi, Sumatera, Kepulauan Riau, dan Bangka Belitung.
Batas penghasilan untuk pembelian rumah tapak sebesar Rp 6 juta, satuan rumah susun (sarusun) Rp 7 juta, dan pembangunan rumah swadaya Rp 6 juta.
Zona II meliputi Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, Maluku Utara, dan Jabodetabek. Untuk rumah tapak sebesar Rp 6 juta, sarusun Rp 7,5 juta, dan pembangunan rumah swadaya Rp 6 juta.
Zona III meliputi Papua dan Papua Barat. Untuk rumah tapak sebesar Rp 6,5 juta, rusun Rp 8,5 juta, dan pembangunan rumah swadaya Rp 6,5 juta.
Kendati penghitungan penghasilan berdasarkan penghasilan rumah tangga, bukan berarti masyarakat dengan kategori lajang tak boleh mengakses bantuan BP2BT ini. Batas penghasilan yang ditetapkan pun sama dengan penghasilan rumah tangga.
"Boleh lajang, Rp 6 juta juga. Karena kami tidak bisa membuat lajang (dibatasi) Rp 4 juta. Lajang kan pilihan juga, ada orang yang belum mau menikah, ada yang janda duda. Kita tidak membatasi masyarakat," tukas dia.
Begini Hitungan Bantuan KPR Rp 32 Juta untuk Kuli Bangunan Cs
Bantuan Pembiayaan Perumahan Perumahan Berbasis Tabungan menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan pendapatan tidak tetap (informal), seperti tukang bakso hingga kuli bangunan.
Skema ini berbasis tabungan. Dengan skema ini, MBR pekerja informal bisa mendapatkan bantuan untuk kredit pemilikan rumah (KPR) hingga Rp 32,4 juta.
Lantas, bagaimana cara menghitung besarnya bantuan?
Kepala Sub Direktorat Pola Pembiayaan Rumah Swadaya dan Mikro Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mulyowibowo mengatakan, penghitungan bantuan BP2BT berdasarkan, Keputusan Menteri PU-PR Nomor 857/KPTS/M/2017.
Dia menerangkan, bantuan BP2BT ditentukan oleh unsur penghasilan dan harga rumah. Dalam ketentuan tersebut, penghasilan kelompok sasaran dipatok minimal kurang dari Rp 3 juta dengan bantuan BP2BT paling banyak Rp 32,4 juta. Sementara, kelompok penghasilan maksimal Rp 8,5 juta dengan bantuan minimal Rp 21,4 juta.
Lebih lanjut, dalam aturan ini memuat pula indeks terhadap nilai rumah dengan paling besar 38,8 persen dan terendah 6,4 persen.
"Bantuan ditentukan 2 unsur, penghasilan sama harga rumah. Ada maksimal sesuai kelompok sasaran kalau dilihat untuk kita kembali memfasilitasi rumah berkeadilan," kata dia kepada dia kepada Liputan6.com, Jumat (15/12/2017).
Dia melanjutkan, bantuan yang akan diberikan MBR ialah perbandingan terendah antara bantuan BP2BT yang diterima kelompok penghasilan dengan indeks terhadap nilai rumah dikali harga rumah.
Contoh, jika MBR berpenghasilan Rp 3 juta maka bantuan BP2BT-nya Rp 32,4 juta. Sementara, jika harga rumah yang akan dibeli Rp 100 juta dengan memperhatikan indeks terhadap rumah berdasarkan kelompok penghasilannya 38,8 persen atau maksimal, maka menghasilkan angka Rp 38,8 juta.
Dengan bantuan BP2BT Rp 32,4 juta, lalu perkalian antara indeks terhadap harga rumah Rp 38,8 juta, maka bantuan yang akan diterima ialah angka terendah yakni Rp 32,4 juta.
"Nanti dibandingkan, kalau rumahnya Rp 100 juta dikali 38,8 persen Rp 38 juta, dibandingkan Rp 32,4 juta, kecil mana? Berarti ini yang kita pakai," ujar dia.
Prinsipnya, lanjut dia, semakin kecil pendapatan MBR bantuan yang akan diterima semakin besar. Begitu pula dengan harga rumah, semakin mahal harganya maka akan semakin besar bantuannya.
Lebih lanjut, untuk mendapatkan bantuan BP2BT, MBR mesti memiliki tabungan selama 6 bulan dengan saldo antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. Kemudian, MBR juga menyiapkan uang muka sebanyak 5 persen.
"Jadi uang muka dengan bantuan (BP2BT) dijumlahkan 20 persen minimal, maksimumnya 50 persen. Karena kalau di atas 50 persen bank nggak tertarik karena menyalurkan bantuan saja nggak ada keuntungan buat bank. Kan banknya menyalurkan kredit kecil. Kita harapkan bank mau menyalurkan kreditnya taruhlah di atas Rp 50 juta," tukas dia.
Advertisement