Liputan6.com, Jakarta - Saat libur Natal dan tahun baru, hotel-hotel di tempat tujuan wisata akan menaikkan tarif kamar hotel. Kenaikan tarif tersebut diperkirakan sekitar 10-20 persen dari harga normal kamar di hotel tersebut.
Chairman Bali Hotel Association Ricky Putra mengatakan, pada waktu-waktu tertentu seperti musim liburan, hotel biasanya menerapkan biaya tambahan (surcharge) untuk tarif kamar hotel. Hal tersebut sudah umum dilakukan oleh para pengelola hotel.
Advertisement
Baca Juga
"Di tahun baru atau akhir tahun biasanya ada surcharge, itu tambahan biaya pada saat-saat tertentu. Rata-rata hotel menerapkan itu," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (17/12/2017).
Kenaikan tarif hotel tersebut, lanjut Ricky, biasanya berkisar antara 10-20 persen dari tarif normal sewa kamar di hotel tersebut. Kenaikan tarif ini tergantung dari strategi pengelola hotel dalam menarik minat masyarakat untuk menginap di hotel.
"Tapi tidak drastis (kenaikannya), mungkin 10-20 persen. Itu sesuatu yang normal," kata dia.
Menurut dia, kenaikan tarif hotel saat peak season seperti libur Natal dan tahun baru merupakan hal yang biasa. Sebab, biasanya pada momen tersebut permintaan akan kamar hotel meningkat, terutama di daerah tujuan wisata, seperti Bali.
"Karena demand-nya tinggi dan supply sedikit sehingga rate-nya semakin tinggi. Ini kedinamisan sektor pariwisata, kita menggunakan dinamic pricing," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jangan Takut ke Bali
Bali masih menjadi destinasi pariwisata yang aman untuk berlibur pada akhir tahun. Kondisi ini disampaikan Menko Maritim Luhut B Pandjaitan usai menggelar rapat koordinasi tentang perkembangan terkini situasi Gunung Agung dengan kementerian dan lembaga terkait di bawah koordinasi Kemenko Bidang Kemaritiman.
Dalam rapat tersebut hadir Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, Kepala Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan Kementerian ESDM Rudy Suhendar, serta Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata Kementerian Pariwisata Dadang Rizki Ratman.
“Dari hasil paparan vulcanologist tadi, status Gunung Agung tetap Awas, tapi hanya pada radius 10 kilometer (km) paling jauh itu sisanya seluruh Bali normal,” tegas Luhut, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (15/12/2017).
Perhitungan arah angin juga menuju ke timur sehingga abu letusan Gunung Agung diperkirakan tidak akan mengganggu aktivitas penerbangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali.
“Kalaupun ada perubahan minor (kecil) ke arah timur, menurut Pak Jonan (Menteri ESDM), ada NOTAM yang bisa diberitahukan,” kata dia.
Untuk memastikan keamanan kondisi Gunung Agung apabila terjadi letusan, Luhut membeberkan bahwa Kementerian ESDM atau badan vulkanologi telah membuat simulasi bahaya berdasarkan potensi aliran awan panas, aliran lahar, maupun penyebaran abu vulkanik dengan berbagai skenario.
“ESDM atau vulcanologis sudah membuat simulasi 20 juta lahar yg ada kalo dia meledak 2,5 juta apa dampaknya, kalau meledak 5 juta lahar apa dampaknya atau sampai 20 juta lahar itu apa dampaknya,” ucap Luhut.
Advertisement