Sukses

Sri Mulyani Beberkan Tantangan Ekonomi Global di 2018

Hal pertama yang harus diwaspadai adalah pemulihan ekonomi yang masih dibayangi oleh ketidakpastian.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski ekonomi global disebut akan lebih di tahun depan, namun ada sejumlah hal yang harus menjadi perhatian.

"Perekonomian global, walaupun selama ini sudah disampaikan outlook 2018 akan lebih baik, namun masih terbayang beberapa resiko yang perlu diwaspadai. Juga perubahan-perubahan yang cukup fundamental," ujar dia di Jakarta, Senin (18/12/2017).

Hal pertama yang harus diwaspadai, lanjut Sri Mulyani, yaitu pemulihan ekonomi yang masih dibayangi oleh ketidakpastian. Kedua, restrukturisasi ekonomi di China yang berpotensi mempengaruhi perekonomian global.

"Pertama, pemulihan ekonomi itu sendiri yang selama ini masih dibayangi ketidakpastian. Kedua, restrukturisasi perekonomian di China yang sekarang terus menghadapi trade off antara stabilitas dan kontinuitas atau sustainability dengan kemampuan mereka adjust di dalam komposisi pertumbuhan ekonomi. Balancing yang dilakukan China akan memengaruhi seluruh dunia," jelas dia.

Ketiga, kebijakan ekonomi di Amerika Serikat (AS), terkait dengan pengumuman pengganti Janet Yellen dan arah kebijakan Federal Reserve ke depan.

"Meski selama ini komunikasi sudah cukup baik, namun dengan kepemimpinan yang baru tentu akan membawa juga beberapa perubahan pada cara komunikasi dan arahnya sendiri," kata dia.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, saat ini Amerika Serikat (AS) juga akan mengeluarkan kebijakan pajak baru. Hal ini dinilai cukup signifikan mengubah tarif pajak maupun insentif bagi pengusaha di Negeri Paman Sam.

"Secara internasional, perlu melihat arah kebijakan perpajakan di AS. Di Eropa walaupun sudah menunjukkan tanda pemulihan, namun secara politik jauh dari stabil. Kalau lihat di Jerman yang diasumsikan sebagai daerah paling stabil, belum mampu membentuk pemerintahan baru setelah pemilu. Proses Brexit yang sudah terjadi. Amerika, Eropa, dan China yang harus diperhatikan," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan ekonomi Indonesia akan bertumbuh 5,3 persen pada 2018. Perkiraan pertumbuhan ekonomi itu akan ditopang dari konsumsi rumah tangga yang tetap tumbuh positif, investasi, dan ekspor meski ada tantangan dalam mengumpulkan penerimaan perpajakan.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Bank Dunia itu lebih rendah dibanding target pemerintah 5,4 persen di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.

"Tahun depan, harapannya perekonomian Indonesia tumbuh 5,3 persen di 2018 atau meningkat dari 5,1 persen di 2017," kata Country Director World Bank untuk Indonesia, Rodrigo A. Chaves saat Laporan Indonesia Economic Quarterly di Energy Building, Jakarta, Kamis (14/12/2017).

Proyeksi pertumbuhan ekonomi ini, ia mengakui akan disokong oleh berlanjutnya pertumbuhan investasi yang tinggi di Indonesia, pemulihan konsumsi rumah tangga, dan pertumbuhan ekspor terdampak perbaikan ekonomi China.

"Pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi akan didukung oleh harga komoditas yang kuat, inflasi yang rendah, nilai tukar rupiah stabil, pasar tenaga kerja yang kuat, dan penurunan biaya pinjaman," Chaves menjelaskan.

Pergerakan inflasi di tahun depan, Bank Dunia meramal akan berada pada kisaran angka 3,5 persen atau lebih rendah dibanding tahun ini yang diperkirakan 3,8 persen. Neraca transaksi berjalan diproyeksikan mengalami defisit 1,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun demikian, Chaves mengatakan, pemerintah Indonesia memiliki tantangan untuk mengumpulkan lebih banyak penerimaan dari pajak. Dengan begitu, pemerintah akan mampu berinvestasi lebih besar pada sumber daya manusia, seperti di bidang kesehatan, pendidikan, dan lainnya.

"Rasio pajak di Indonesia jadi yang paling rendah di dunia, bahkan perkiraannya akhir tahun ini bisa lebih rendah daripada tahun lalu. Jadi pemerintah harus mengumpulkan pendapatan dari berbagai sektor untuk menutup defisit anggaran yang diperkirakan lebih rendah menjadi 2,2 persen dari PDB di 2018," jelas dia.

Â